Xun Zi (289-238 SM)
Pribadi dan Latar Belakang
Xun Zi dikenal pula dengan nama Xúnqĭng atau Xúnkuáng. Ia adalah warga negara Zhao, di sebelah Selatan Provinsi Shan Xi. Pada usia lima puluh tahun, Xun Zi pergi ke Negara Qi. Dua murid Xun Zi yang terkenal, yaitu Lizi dan Han Fei. Kedua orang ini memiliki pengaruh besar atas sejarah Tiongkok. Li Si menjadi Perdana Menteri dari Kaisar Pertama Dinasti Qin. Han Fei menjadi tokoh utama dari Sekolah Legal yang memberikan pembenaran teoritis untuk penyatuan politk dan ideologis.
Pemikiran Xun Zi (Hsun Tzu) adalah antitesis dari Mencius. Mencius sering diyakini mewakili “sayap kiri” dari konfusianisme, sedangkan Xun Zi mewakili “sayap kanan” Konfusianisme. Pendapat ini memang terlalu menggeneralisasi meskipun dalam beberapa hal ada benarnya. Di satu sisi, Mencius mewakili “sayap kiri” konfusianisme karena menekankan kebebasan individual. Tetapi, disisi lainnya, Mencius mewakili aliran kanan karena menekankan nilainilai supermoral kehidupan dan dekat dengan agama. Xun Zi sendiri mewakili “sayap kanan” karena menekankan kontrol sosial. Tetapi, ia mewakili ”sayap kiri” ketika menekankan ajaran naturalisme dan bertentangan dengan gagasan yang berbau agama.
Ajaran Pokok: Kodrat Manusia itu Buruk
Xun Zi terkenal dengan teorinya ‘manusia pada dasarnya adalah jahat”. Tesisnya adalah “Hakikat manusia adalah jahat, kebaikannya adalah hasil dari pendidikan.” Nilai berasal dari budaya dan budaya merupakan hasil karya manusia. Teori itu bertentangan langsung dengan teori Mencius yang mengatakan bahwa manusia pada dasarnya adalah baik. Teori Xun Zi jika dipandang secara sepintas sepertinya dia memandang rendah kodrat manusia tetapi jika diperhatikan secara seksama tidaklah demikian.
Menurut Xun Zi, manusia pada saat kelahirannya sama sekali tidak membawa permulaan-permulaan kebajikan apa pun, malahan justru membawa permulaan-permulaan yang jahat. Sifat-sifat yang dibawa manusia pada saat kelahirannya ialah sifat dengki dan sifat benci. Apabila ia mengikuti kencenderungan-kecenderungan dari sifat-sifat tersebut maka ia akan mengalami penderitaan dan kehancuran. Pada saat kelahirannya, telinga dan mata manusia sudah berhasrat untuk mendengar suara dan melihat wanita. Jika ia mengikuti kecenderungan-kecenderungan itu maka ia akan menjadi najis (impurity) dan kacau, meskipun segala peraturan (li) dan standar-standar keadilan (i) ditegakkan.
Meskipun demikian, Xun Zi mengakui bahwa manusia sekaligus memiliki kecerdasan. dan kecerdasannya inilah yang memungkinkannya menjadi baik.Ooleh karena itu ia sependapat dengan Mencius bahwa setiap orang dapat menjadi bijaksana jika mereka menghendakinya.
Bagaimana Manusia Menjadi Bijaksana?
Seperti yang sudah disinggung di atas bahwa walaupun manusia lahir dengan membawa permulaan-permulaan yang jahat akan tetapi ia juga memiliki kecerdasan. Kecerdasan inilah yang memungkinkannya menjadi bijaksana. Dengan kecerdasannya manusia mampu mengetahui dan merasakan rasa kemanusiaan, rasa keadilan, ketaatan terhadap hukum dan kejujuran serta sarana-sarana untuk mengetahui prinsip-prinsip ini.
Manusia dapa menjadi Yu (bijaksana) apabila ia mempraktikkan dalam hidupnnya apa yang ia ketahui dan rasakan berkat kecerdasannya tersebut. Jadi kebijaksanaan manusia diperoleh melalui pembelajaran (wei). Segala pencapaian dan kemurnian dicapai manusia melalui kebudayaan (wen) dan peraturan-peraturan (li) yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat.
Selanjutnya, jika Mencius mengatakan bahwa manusia bijak adalah manusia yang mengetahui alam ketuhanan. Maka Xun Zi sekali lagi berpendapat sama sekali berlawanan dengan pendahulunya tersebut, ia mengatakan bahwa orang yang bijak tidak perlu mengetahui kehendak alam ketuhanan. Dia berkata: “Bukankah tiga kekuatan alam semesta itu sendiri (langit, bumi dan manusia) memiliki tugas dan peranannya masing-masing dalam alam semesta. Bintang-bintang mengikuti peredarannya; matahari dan bulan bersinar secara bergantian; keempat musim saling menggantikan satu sama lainnya; angin dan hujan tersebar secara luas; segala sesuatu mendapat keharmonisannya dan kehidupannya. dan tugas manusia adalah mempergunakan apa yang telah disediakan oleh langit dan bumi tersebut. Dengan demikian manusia menciptakan budayanya sendiri.
Lebih lanjut lagi ia mengatakan:”tidakkah lebih baik jika kita mengumpulkan harta benda sebanyak-banyaknya dan menggunakannya sesuai dengan keperluan kita daripada harus memuliakan Tuhan dan memikirkan-Nya? Bukankan dengan demikian kita mencampuri urusan ilahi? jika kita mengabaikan apa yang menjadi tugas kita untuk memikirkan alam ketuhanan maka kita tidak memahami sifat dasar dari segala sesuatu. Orang yang seperti ini adalah orang yang mencampuri bahkan mengambil alih tugas-tugas alam ketuhanan.”
Asal-Usul Moralitas
Jika setiap orang dilahirkan dengan permulaan-permulaan jahat, bagaimanakah ia dapat dikatakan baik secara moral? Untuk menjawab ini, Xun Zi mengajukan dua argumen. Pertama, manusia tidak dapat hidup sendirian. Ia membutuhkan orang lain untuk memenuhi segala kebutuhannya. Kedua, hanya melalui kebersamaanlah manusia menjadi kuat sehingga mereka mampu menguasai makhluk-makhluk lainnya.
Berdasarkan kedua alasan ini manusia harus membentuk suatu organisasi sosial. Mereka perlu memiliki li (ritus, upacara, peraturan-peraturan dalam kehidupan sehari-hari). Li memiliki peranan penting dalam Konfusianisme secara umum dan berfungsi untuk mengatur manusia dalam usahanya untuk merealisasikan segala kehendaknya. Jadi, manusia yang baik secara moral adalah dia yang bertindak sesuai dengan li. Sebaliknya, manusia yang tidak bermoral adalah manusia yang bertindak bertentangan dengan li.
Menurut Fung Yu Lan, filsafat Xun Zi bisa dikatakan sebagai filsafat budaya. Dikatakan demikian karena tesis umumnya berbunyi ‘segala sesuatu yang baik dan berharga merupakan hasil usaha manusia. Terlihat jelas penekanan terhadap hasil usaha eksternal manusia, yakni dalam kebudayaan. Nilai berasal dari budaya dan budaya merupakan hasil karya manusia. dalam hal ini manusia sama pentingnya dengan langit dan bumi. Lebih lanjut lagi ia mengatakan:” Langit memiliki musim-musimnya, bumi memiliki sumber daya-sumber dayanya dan manusia memiliki budayanya” (Xun Zi, Bab 17).
PERBANDINGAN AJARAN
Berada pada sekolah dan tradisi ajaran Konfusius yang sama tidak menjamin Mencius dan Xun Zi memiliki interpretasi yang sama. Justru dari sini kita akan melihat keunikan dan dua sayap yang terkenal dalam Konfusianisme. Mencius menekankan kebebasan individual namun lebih dekat dengan nilai super moral. Karena itu ajaran Mencius dekat dengan corak religius. Sementara, Xun Zi menekankan kontrol sosial dan cenderung berseberangan dengan religi. Dengan xing shan (kodrat manusia baik) Mencius memberi pijakan kokoh bagi dari ajaran Konfusius dan menegaskan ortodoksi Konfusianisme. Dengan ren xing e (kodrat manusia buruk) Xun Zi memberi penjelasan peran dan tanggung jawab manusia: membudayakan. Kegiatan itu nampak dalam mengikuti li, ritus, dan musik.
Kehadiran Mencius dan Xun Zi dalam sekolah Ru justru memperkaya ajaran Konfusiuanisme dalam pespektif yang berbeda-beda. Perbedaan pendapat keduanya menunjukkan perkembangan awal dalam sekolah Ru yang nantinya akan terus berkembang misalnya dalam Neo-Konfusianisme. Adapun perbandingan antara kedua tokoh Konfusianisme tersebut akan diperjelas dengan tabel berikut ini:
Perihal |
XUN ZI (荀子) |
|
Kodrat manusia |
Baik (xing shan) |
Buruk (ren xing e) |
Menjadi bijak |
Suatu proses internal, melibatkan unsur batiniah |
Proses eksternal, banyak melibatkan hal-hal lahiriah |
Metode |
Dengan 4 awal: Perasaan simpati sebagai awal rasa kemanusiaan. Perasaan malu dan segan sebagai awal kebajikan. Perasaan rendah hati sebagai awal kesopanan. Paham yang benar dan yang salah sebagai awal kebijaksanaan. dan semuanya ini digerakkan oleh Tien (Langit)[1] |
Organisasi sosial, mengikuti Li (ritus), musik[2] |
Pemahaman tentang kebijaksanaan |
Bijaksana ditemukan dalam kesatuan dengan Alam Ketuhanan (Purposed Heaven) |
Orang bijak adalah orang yang punya kecerdasan untuk mengembangkan kemanusiaan |
Sebutan (cf. FYL) |
Disebut SAYAP IDEALISTIK Konfusianisme |
SAYAP REALISTIK Konfusianisme |
Daftar Pustaka:
Kusumohamidjoho, Budiono. Sejarah Filsafat Tiongkok: Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra, 2010.
Jeeloo Liu. An Introduction to Chinese Philosophy. Oxford:Blackwell Publisihing, 2006.
Fung Yu Lan. A History of Chinese Philosophy: Volume I. Princetown: Princetown University Press, 1983.
Fung Yu Lan, A Short History of Chinese Philosophy: A Systematic Account of Chinese Thought From its Origins to The Present Day (ed: Derk Bodde). New York: The Free Press, 1976.
___. “Mencius’ Mother Cut Threads on the Loom” (diunduh 1 April 2011)
___. “Mencius’ mother moved house three times” (diunduh 1 April 2011)