Konsep sistem nilai dalam ekonomi islam membebaskan dirinya dari praktik transaksi riba, maeysir, dan gharar. Transaksi riba diganti dengan instrumen mudharabah (profit and loss sharing), transaksi maesyir diganti dengan instrumen antaradhin minkum (kerelaan para pihak yang bertransaksi), transaksi gharar diganti dengan transaksi keterbukaan.
Kemudian, pada tataran operasionalnya, instrumen tersebut terintegrasi dengan prinsip-prinsip yang berbasis pada nilai-nilai dasar Islami, yaitu:
- Ilahiyah (ketuhanan) adalah konsep ke-Tauhid-an sebagai puncak dari sistem nilai dan prinsip segala prinsip tata laksana kehidupan dunia dan akhirat.
- Nubuwwah (kenabian).
- Khuluqiyah (moral-etik).
- Keadilan, yaitu prinsip keseimbangan antara hak dan kewajiban yang dilaksanakan secara proporsional.
- Insaniyah (Kemanusiaan), yaitu prinsip menegakkan kehormatan manusia sebagai hamba Allah.
- Tolong-menolong, yaitu prinsip pemberdayaan ekonomi masyarakat bawah (mustad’afin).
- Kekeluargaan, yaitu prinsip yang menjalin silaturrahim antar manusia dengan landasan iman dan Islam.
- Kerjasama, yaitu prinsip melaksanakan rencana pengembangan ekonomi umat dengan saling menopang satu dengan yang lainnya, membangun keswadayaan masyarakat dan kelompok-kelompok usaha mikro yang mandiri, berkelanjutan, dan mengakar di masyarakat, menciptakan akses yang lebih mudah sehingga masyarakat miskin dan usaha mikro mampu menjangkau peluang, informasi, dan sumber daya untuk pengembangan usaha, mengembangkan pemberdayaan sosial masyarakat yang terpadu dalam aspek usaha ekonomi produksi dan usaha kesejahteraan sosial pada berbagai kelompok masyarakat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prinsip dasar ajaran Islam berpusat pada prinsip tauhid yang akan berbuah pada etika Islam sehingga mampu mewujudkan tujuan syariat (maqashid asy-syariah), yaitu memelihara iman (faith), hidup (life), nalar (intellect), keturunan (posterity), dan kekayaan (wealth).
Dengan konsep ini, menurut Umar Chapra, berkeyakinan bahwa sistem ekonomi dapat dibangun sejak awal dari suatu keyakinan (iman) dan berakhir dengan kekayaan (wealth or capital). Pada gilirannya tidak akan muncul kesenjangan ekonomi atau perilaku ekonomi yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat.
Ekonomi Dalam Prinsip Ajaran Islam
Membicarakan tentang prinsip dasar ajaran Islam, maka tema besar yang diusung adalah iman, Islam dan ihsan yang berujung pada taqwa. Sementara sumber utamanya adalah al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijtihad.
Ketiga tema pokok nilai dasar ajaran Islam tersebut merupakan kebutuhan dasar manusia dalam mencapai kesempurnaan-Nya, mencapai kesempurnaan paripurna (ahsan taqwim) dalam bentuk wujud dan hakikat (insan kamil).
Dua bentuk ahsan taqwim dan insan kamil merupakan manifestasi dari ketaqwaan yang diperolehnya. Karenanya, dalam konteks ini sering dikatakan bahwa iman adalah pondasi yang harus kokoh dan kuat dalam sebuah bangunan.
Dr. M. Abd El-Kader Hatem dalam bukunya yang berjudul Values of Islam (1999:5), secara rinci menjabarkan tentang bangunan konsep prinsip-prinsip Islam didasarkan atas 11 (sebelas) sistem nilai, yaitu:
- Iman kepada Allah (belief in God)
- Kemanusiaan (man)
- Persamaan (equality)
- Persaudaraan (fraternity)
- Bebas dan Kebebasan (liberty and liberation)
- Sosial dan Keadilan Ekonomi (social and Economic Justice)
- Bimbingan
- Etika
- Keluarga dan Spirit Kemanusiaan dalam Islam
- Perdamaian dan Peradaban Islam
- Pengetahuan Islam.
Kesebelas prinsip dasar dalam membentuk konsep nilai dalam Islam yang paling utama adalah nilai ke-Tahuhid-an. Konsep nilai Islami yang bersumber dari Tauhid ini, kata Abdul Al-Salim Makram (2004: 4), merupakan elemen dan ruh (yang dapat memancarkan petunjuk) bagi keimanan.
Andai tanpa itu, pondasi keimanan akan hancur dan entitasnya menjadi rusak. Dan hanya akan menjadi nama tanpa arti dan jasad tidak akan bergerak.
Muhammad Taqi Misbah dalam buku Monotehisme: Tauhid Sebagai Sistem Nilai dan Akidah Islam (1996: 112), menjabarkan konsep nilai baik secara umum maupun secara khusus. Menurutnya, istilah nilai, sebenarnya adalah konsep ekonomi. Hubungan suatu komoditi atau jasa dengan barang yang mau dibayarkan orang untuk mendapatkannya memunculkan konsep nilai.
Tetapi, makna “nilai” dan “sistem nilai”, secara khusus berbeda dengan konsep ekonomi itu, walaupun tidak ada hubungan sama sekali, dan sangat boleh jadi pada mulanya dipinjam dari konsep ekonomi.
Misalnya, pembeli siap untuk membayarkan sejumlah uang untuk suatu barang atau jasa yang disukai sehingga mau membeli (membayar). Contoh lainnya ketika seseorang yang lapar memerlukan makanan. Ia membutuhkan makanan dan bersedia membayar uang, sebagai imbalannya. Jadi, tolok ukur untuk nilai ekonomi pun merupakan sebuah keinginan dan permintaan dari manusia.
Perlu diketahui bahwa pada pelajaran dasar tentang ekonomi konsumsi, kegunaan/nilai (utility) memiliki beberapa ragam kegunaan yang meliputi:
- Kegunaan unsur (element utility), artinya suatu benda memiliki kegunaan dilihat dari unsur benda tersebut. Contoh: Terigu yang dipergunakan untuk membuat kue.
- Kegunaan tempat (place utility), artinya benda itu memiliki kegunaan apabila dipakai sesuai tempatnya. Contoh: Pasir yang dipindahkan dari sungai ke toko bangunan.
- Kegunaan waktu (time utility), artinya benda itu memiliki kegunaan apabila dipakai sesuai waktunya. Contoh: Payung digunakan pada saat hujan.
- Kegunaan bentuk (form utility), artinya benda itu memiliki kegunaan setelah dirubah bentuknya. Contoh: Kayu gelondongan dirubah menjadi meja.
- Kegunaan kepemilikan (ownership utility), artinya benda itu berguna jika telah dimiliki. Contoh: Mesin jahit yang dibeli dari toko mesin jahit.
- Kegunaan pelayanan (service utility), artinya pelayanan atau service itu berguna jika diberikan. Contoh: Dokter mengobati pasiennya.
Konsep ekonomi konvensional mengenai nilai dapat pula dijelaskan melalui pendapat dari para tokoh-ekonom, yaitu::
- Teori Nilai Biaya (Adam Smith). Teori ini menekankan “besarnya nilai suatu benda ditentukan oleh jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi barang/jasa tersebut”.
- Teori Nilai Biaya Produksi Tenaga Kerja (David Ricardo). Teori ini lebih menekankan “besarnya nilai suatu barang sant ditentukan oleh besarnya upah tenaga kerja untuk memproduksi barang tersebut”.
- Teori Nilai Tenaga Kerja Masyarakat (Karl Marx). Menurut teori ini “nilai suatu barang ditentukan oleh besarnya biaya rata-rata upah tenaga kerja masyarakat”.
- Teori Nilai Biaya Reproduksi (Carey). Teori ini mencoba untuk lebih riil bahwa suatu barang ditentukan berdasarkan biaya yang dikeluarkan bila barang tersebut diproduksi kembali.
- Teori Nilai Pasar (Human dan Lock). Berdasarkan teori ini, “besar kecil nya nilai suatu barang sangat dipengaruhi oleh terbentuknya harga pasar.”
Beberapa konsep nilai di atas hanya lebih menekankan pada kegunaan suatu barang/jasa dari aspek ekonomis. Walaupun David Ricardo dan Carey juga menyinggung soal peran manusia di dalamnya.
Dimana pembentukan suatu harga barang/jasa berkaitan dengan peran serta manusia. Artinya, unsur manusia sangat penting dalam membentuk suatu image, baik nilai secara umum maupun secara khusus.
Sistem Ekonomi Islam
Sistem ekonomi Islam memiliki pijakan yang sangat tegas jika dibandingkan dengan sistem ekonomi liberal dan sosialis yang saat ini mendominasi sistem perekonomian dunia. Sistem ekonomi liberal lebih menghendaki suatu bentuk kebebasan yang tidak terbatas bagi individu dalam memperoleh keuntungan (keadilan distributif), dan sosialisme menekankan aspek pemerataan ekonomi (keadilan yang merata), menentang perbedaan kelas sosial dan menganut asas kolektivitas.
Sistem ekonomi Islam mengutamakan aspek hukum dan etika, yakni adanya keharusan menerapkan prinsip-prinsip hukum dan etika bisnis yang Islami, antara lain prinsip ibadah (at-tauhid), persamaan (al-musawwat), kebebasan (al-hurriyah), keadilan (al-‘adl), tolong-menolong (at-ta’awun), dan toleransi (at-tasamuh). Prinsip-prinsip tersebut merupakan pijakan dasar dalam sistem ekonomi Islam, sedang kan etika bisnis mengatur aspek hukum kepemilikan, pengelolaan dan pendistribusian.
Dan untuk lebih jelasnya pada bagian ini akan diringkaskan penjelasan umum tentang Sistem Ekonomi Islam yang dikutipkan dari tulisan Mohammad Naeem Khan berjudul Islamic Economic System, sebagai berikut:
- Divine Economic Plan (Rencana Ekonomi Ketuhanan)
Islam merupakan ekosistem dari ilmu ekonomi, ilmu alam, ilmu sosial, dan ilmu agama (spiritual) untuk kemajuan kesejahteraan manusia dan keadilan. Sistem ekonomi Islam didasarkan atas prinsip-prinsip nonribawi sebagaimana telah diatur.
- Mission of Islam
Dalam sistem ekonomi Islam, Allah SWT menciptakan manusia sebagai individu untuk dikontrak (mengikat). Hal ini dijelaskan dalam surat at-Taubah, ayat 9 Allah berfirman.
- Target of Islam
Dalam sistem ekonomi Islam, target Islam menurut Mohammad Naeem Khan termaktub dalam al-Qur’an, surat al-Hajj, ayat 41, surat Nuur, ayat 55 dan surat al-Baqarah, ayat 277.
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتَوُا الزَّكٰوةَ لَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ
Artinya : “Sungguh, orang-orang yang beriman, mengerjakan kebajikan, melaksanakan salat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati“. Al-Baqarah Ayat 277
- Economic Principles of Islam
Prinsip ekonomi Islam secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut:
Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an, surat al-Baqarah, ayat 275 dan 279, sebagai berikut:
اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِ ۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
Artinya : “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya“. Al-Baqarah Ayat 275
فَاِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖۚ وَاِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوْسُ اَمْوَالِكُمْۚ لَا تَظْلِمُوْنَ وَلَا تُظْلَمُوْنَ
Artinya : “Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan)“. Al-Baqarah Ayat 279
- Dimension of Islamic Economic System
-
- Tujuan utama dalam Islam adalah sistem spiritual (meningkat-kan ketaqwaan/kehendak bebas);
- Sistem hukum untuk menjaga hak asasi manusia;
- Menjaga kekayaan dan pendapatan yang diperoleh secara legal dan sesuai dengan syar’i;
- Fokus sistem Islam memaksimalkan keuntungan sosial membatasi kebebasan yang berlebihan, terutama dari mereka yang paling kaya dan sangat kuat. Oleh karena itu, Islam membuat keadilan merata dan saling membantu sama lain.
Itulah penjelasan mengenai bagaimana ekonomi dalam prinsip dasar ajaran islam yang mengakhiri artikel kali ini. Demikian penjelesan dari kami mengenai Konsep Sistem Ekonomi Dalam Prinsip Ajaran Islam. Semoga bermanfaat bagi Anda. Terimakasih kunjungannya.