Sejak permulaan Orde Baru terjadi peningkatan peran sosial-politik ABRI. Penyebabnya karena sebelum G30S/PKI telah terjadi infiltrasi PKI ke hamper semua organisasi di Indonesia. Dalam infiltrasi itu, PKI tidak hanya tidak hanya berhasil memasukkan anggotanya ke dalam setiap organisasi, bahkan mampu untuk menjadi anggota di beberapa organisasi yang dimasukinya. Dalam tubuh TNI sekalipun terjadi penginfiltrasian tetapi dari pihak PKI tidak mampu untuk mempengaruhi pucuk kepemimpin TNI, kecuali di beberapa satuan seperti Yon 530.
Pada saat G30S/PKI dapat dikalahkan, terjadi gerakan pembersihan terhadap unsur yang masih ada kaitannya dengan PKI. Akibatnya terjadi banyak kekosongan di instansi pemerintah. Kekosongan ini disebabkan oleh adanya gerakan teror mental PKI terhadap banyak pihak sehingga banyak orang yang kehilangan daya kepemimpinannya.
Oleh karena itu, pada awal masa Orde Baru kekosongan juga terjadi dalam kepemimpinan organisasi juga instansi pemerintahan. Solusi yang digunakan untuk menutupi kekosongan ini kemudian banyak perwira ABRI ditugaskan sebagai karyawan dalam bayak instansi pemerintah dan BUMN. Dapat dikatakan bahwa pada saat itu kekaryaan ABRI mengalami peledakan. Berbeda dengan tahun 1950-an ketika pemerintah Indonesia mengambil alih perusahaan Belanda, sehingga Presiden Soekarno minta kepada KSAD Nasution untuk mengisi pimpinan perusahaan yang diambil alih dan itulah pertama kali TNI dikaryakan. Walaupun pada saat itu jumlah yang dikaryakan relative terbatas dan hanya dalam bidang pengusahaan. Tetapi setelah adanya G30S/PKI pengkaryaan TNI hampir semua aspek organisasi yang ada. Perlu diketahui juga bahwa pelaksanaan fungsi sosial-politik ABRI relatif jarang dilakukan, dan biasanya baru terasa ketika ada satu peristiwa yang penting bagi negara dan bangsa, seperti contohnya pada saat agresi militer Belanda pertama dan kedua, dan urusan lainnya yang terkait dengan hal pertahanan dan keamanan. Karena sebeleumnya fungsi sosial-politik dalam dwifungsi ABRI adalah peran yang diberkan melalui kepemimpinannya berupa pemberian pendapat dan saran kepada pemerintah mengenai persoalan dan saran mengenai persoalan yang umumnya bersifat politik, berbeda pada tahun 1966 ketika ABRI juga masuk ke oraganisasi-organisasi dan instansi pemerintah. Kehadiran karyawan ABRI semata-mata hanyalah denga maksud kepemimpinan dan manajemen, buka sebagai pakar atau orang yang ahli di bidang pekerjaan itu. Karena prinsip dari penugasa karyawan ABRI adalah atas dasar permintaan organisasi yang bersangkutan, maka pada tahun 1966 terjadi cukup banyak permintaan. Manfaat dari kebijakan ini yaitu diadakannya rehabilitasi ekonomi. Pembanguna nasional yang dilakukan sejak 1 April 1969 telah menghasilkan kemajuan bagi bangsa. Kemajuan itu bisa dlihat dari kemampuan pihak sipil untuk menjalankan organisasi di tempat mereka bekerja. Selain itu juga sudah ada kemajuan dalam banyak jabatan Negara, seperti menteri dan duta besar. Maka dari itu lambat laun peran ABRI sudah mulai berkurang.
Pada tahun 1970-an terjadi perubahan sikap pada mahasiswa yang awalnya mendukung ABRI dan bersama-sama untuk “melawan” PKI, malahan pada masa Orde Baru malah menentang ABRI. Menurut buku ini perubahan sikap mahasiswa ini dipengaruhi oleh faktor psikologis, yaitu bahwa mahasiswa harus selalu memegang peran penting dalam perkembangan bangsa. Kondisi psikologis yang mendesak mahasiswa untuk melakukan peran yang menonjol yang direalisasikan dalam bentuk tindakan radikal juga dipicu oleh persaingan antar universitas. Karena itu sejak tahun 1970-an mulai ada kritik keras mahasiswa terhdapa sikap ABRI. Kritik ini mulai bermunculan ketika ada unsur-unsur ABRI yang kurang menunjukkan sikap baik. Bahkan ada tindakan dari anggota ABRI yang merugikan kepentingan umum (rakyat). Oleh sebab ini, perlu adanya pengurangan keterlibatan ABRI dalam pengkaryaan. Namun mereka yang mengkritik kekaryaan ABRI sering kali kurang menyadari bahwa untuk dapat menggantikan peran karyawan ABRI harus ada kepemimpinan dari pihak sipil yang memadai. Kesimpulannya adalah bahwa kuncinya terletak pada pembinaan personal sipil dan pengalaman yang dijalani antara ABRI dan kalangan sipil. Sebetulnya para pemimpin ABRI dari generasi 1945 sudah mengatakan adanya langkah pelaksanaan fungsi sosial-politik ABRI yang disesuaikan dengan perkembangan Indonesia. Sebab dwifungsi ABRI mempunyai makna bahwa bahwa ABRI dan anggotanya memiliki rasa tanggung jawab terhadap pencapaian masyarakat yang adil dan makmur, bukanlah masyarakat yang didominasi oleh kaum militer.
Salah satu dari dampak menjauhnya mahasiswa dari ABRI adalah pengertian yang kurang memadai pada para mahasiswa itu sendiri dan kaum cendikiawan tentang Dwi Fungsi ABRI. Sedangkan dari pihak ABRI sendiri setidaknya ada usaha yang makin seksama agar pelaksanaan fungsi sosial-politik ABRI benar-benar diabdikan untuk pencapaian masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
MENGHADAPI BERBAGAI PERSOALAN STRATEGIS
Selama menjadi negara merdeka, bangsa Indonesia telah menghadapi berbagai persoalan strategis yang membahayakan kelangsungan hidupnya. Abri senantiasa mempunyai peran penting dalam menghadapi dan mengatasi persoalan strategis tersebut.
KONFRONTASI DENGAN MALAYSIA
Konfrontasi terjadi mulai pada tahun 1963 dan timbul karena beberapa sebab yaitu:
Pertama, konfrontasi itu terjadi karena Indonesia curiga terhadap maksud Inggris mengubah persekutuan Tanah Melayu menjadi Negara Malaysia yang meliputi Malaya, Singapore, Serawak, dan Kalimantan Utara. Sebab yang kedua adalah desakan pihak PKI yang didukung oleh Beijing dan Moskow untuk melawan konsep Malaysia. Padahal sebelumnya sedang ada usaha untuk membentuk persatuan antara Indonesia, Filipina dan Malaya (Maphilindo). Pada waktu itu TNI mendukung penuh dibentuknya Maphilindo sebagai usaha mempersatukan rumpun Melayu. Tetapi karena adanya usaha Presiden Soekarno untuk membentuk kekuatan baru atau the New Emerging Forces dengan GANEFO (the Games of the New Emerging Forces) yang hendak menyaingi Olympic Games sebagai pertemuan olahraga sedunia serta CONEFO (the Conferences of the New Emerging Forces) yang dibentuk untuk menggantikan peran PBB. Pembentukan ini diprakarsai karena tidak setujunya Presiden Soekarno terhadap konsep Malaysia yang menurutnya sebagai sebuah kolonialisme dari Inggris di Asia Tenggara. Ketika sampai pada pembentukan kekuatan baru itulah TNI sudah mulai tidak setuju karena dikhawatirkan akan menguras ekonomi dan keuangan Indonesia yang masih jauh dari memadai. Apalagi dengan memanasnya hubungan antara Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Tengku Abdul Rachman maka pembentukan persatuan tersebut mengalami kegagalan. Walaupun dari pihak Filipina yaitu Presiden Macapagal telah berusaha untuk mempersatukan kedua pemimpin kembali, antara lain dengan diadakannya perundingan di Tokyo, tetapi semuanya gagal. Dengan adanya perseteruan antara Indonesia dengan Malaysia, maka hubungan kedua negara ini mengalami kerusakan dan berujung pada terputusnya segala macam hubungan antara kedua negara ini. Pada tanggal 21 September 1963 Indonesia memutuskan hubungan dagang dengan Malaysia dan Singapore, sedangkan dari pihak Malaysia memutuskan segala bentuk hubungan dengan Indonesia dan Filipina. Bahkan antara Indonesia dengan Malaysia malah sama-sama memperkuat daerah perbatasannya dengan kekuatan militer, pihak Malaysia sendiri dibantu oleh Inggris. Kemudian karena ini terbentuklah sebuah persetujuan pertahanan antara Inggris, Australia, Selandia Baru, Malaysia dan Singapore, yaitu Five Power Defence Arrangement (FPAD), yang hingga pada tahun 1995 masih tetap ada dan berfungsi. Sekalipun ASEAN sudah berdiri sejak tahun 1967 dan konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia sudah diakhiri sejak tahun 1966. Sebenarnya persoalan dalam masalah konfrontasi terhadap Malaysia sendiri adalah perlawanan terhadap Inggris yang dibantu Amerika Serikat, karena menunjukkan sikap perlawanan terhadap pembentukan Maphilindo.
KONSEP KETAHANAN NASIONAL
Pada tahun 1974 dibentuklah sebuah konsep yang dinamakan Ketahanan Nasional oleh Lembaga Pertahanan Nasional yang namanya kemudian berubah menjadi Lembaga Ketahanan Nasional, konsep ini diambil sebagai sebuah upaya untuk mengusahakan hal yang terbaik bagi bangsa Indonesia. Konsep ini perlu dibuat dan dikembangkan karena alasan, yaitu:
- Menghadapi berbagai persoalan yang berbentuk hambatan dan gangguan bagi perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai tujuannya, dan ancaman bagi kelangsungan hidup ber-Bangsa dan Negara yang mencakup masyarakat dan rakyatnya secara keseluruhannya.
- Pembangunan nasional yang bertitik berat pada sektor ekonomi industri domestik, agar kemajuan ekonomi pengusaha kecil dan tradisional tidak hancur begitu oleh adanya modernisasi.
Pengertian dari Ketahanan Nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa yang terdiri atas ketangguhan serta keuletan dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala macam dan bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun luar, secara langsung maupun yang tidak langsung yang mengancam dan membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta pencapaian tujuan nasionalnya. Intinya dalam Ketahanan Nasional adalah keharusan kondisi dinamis bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang menghasilkan kekuatan nasional. Titik berat dari konsep ini bukan hanya kekuatan fiksi atau kekuatan mental semata, melainkan kekuatan secara seluruhnya meliputi berbagai aspek. Prinsip dasar dari Ketahanan Nasional terdiri dari dua aspek yaitu kesejahteraan dan keamanan. Terciptanya harmoni antara kesejahteraan dan keamanan nasional. Merupakan tingkat Ketahanan Nasional yang tinggi pada sebuah bangsa dan negara.
Pengertian keuletan dan ketangguhan serta kondisi dinamis bangsa harus selalu menjadi perhatian untuk menciptakan Ketahanan Nasional. Keuletan mengandung implikasi keuletan lahir dan batin, sedangkan ketangguhan mengandung kemantapan, kemampuan, dan kecerdasan. Dari situ harusnya mendatangkan kondisi dinamis bangsa. Sebab hanya bangsa yang cukup dinamis yag dapat melahirkan kekuatan nasional yang memada untuk menghadapi serta mengatasi berbagai ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan masa kini.
MASALAH TIMOR TIMUR
Masalah yang terjadi di Timor Timur disebabkan adanya perebutan kekuasaan antara partai yang terbentuk di Timor Timur yaitu antara Fretilin, Apodeti, dan UDT. Tindakan Indonesia terhadap Timor Timur dimulai saat ada pendekatan antara pemerintah Portugal dan pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan masalah yang ada di Timor Timur. Republik Indonesia melibatkan diri dengan Timor Timur karena prinsip untuk melawan segala macam bentuk penjajahan yang ada di muka bumi. Penjajahan Portugal atas Timor Timur merupakan sebab terlibatnya Indonesia, agar penjajahan yang terjadi di dekatnya segera berakhir. Tetapi terjadi kesalahan ketika Indonesia menggunakan satu serangan militer yang berdampak buruk bagi Indonesia sendiri. Ini disebabkan oleh tidak tuntasnya masalah yang terjadi di Timor Timur dan mengakibatkan konflik terjadi terus-menerus.
Dalam operasi yang dijalankan pihak Indonesia mengalami berbagai kesalahan ketika menggunakan kekuatan angkatan bersenjata ketika ditujukan untuk mengakhiri masalah Timor Timur. Masalah Timor Timur telah dihadapi oleh TNI dengan pendekatan yang serba salah. Pertama adalah pendekatan strategis yang salah ketika instruksi untuk Operasi Intelijen diimplementasikan dengan satu Serangan Konvensional Terbuka, satu Operasi Gabungan Antar-Angkatan yang spektakuler tapi tak berhasil mencapai tujuan operasi secara tuntas. Kedua, ketika menghadapi perlawanan gerilya Fretilin dan pendukungnya bukannya dilakukan Operasi Lawan Gerilya (counter-insurgency operations) secara luas dan sistematis, tapi titik berat diletakkan pada pelaksanaan Operasi Konvensional yang tentu pendekatan yang sukar mencapai hasil luas.
PEMBERIAN DESENTRALISASI TERHADAP DAERAH
Masalah strategis yang dihadapi Indonesia selanjutnya adalah pemberian desentraliasasi terhadap daerah yang belum terwujud yang disebabkan oleh beberapa kendala yang dihadapi, salah satunya adanya sentralisasi setelah kemerdekaan. Tahun 1950 sentralisasi pemerintahan semakin kuat dengan adanya penggunaan sistem demokrasi terpimpin dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Pada permulaannya desentralisasi ke daerah-daerah akan mengalami kesulitan, karena dari beberapa pihak mengatakan bahwa desentralisasi bias menimbulkan terjadinya perluasan penyalahgunaan wewenang dan korupsi. Bahkan tidak mustahil bagi mereka yang menolak desentralisasi, bahwa akan terjadi rasa kedaerahan yang terlalu kuat sehingga menimbulkan gerakan separatisme di daerahnya. Tetapi dipihak lain, mereka yang setuju akan adanya desentralisasi menganggap bahwa pemberian program ini di setiap daerah justru dapat merupakan jalan untuk mengurangi dan menghilangkan penyalahgunaan wewenang. Hal yang menentukan dalam pengaturan desentralisasi sendiri adalah pembagian keuangan antara pusat dan daerah, dimana bisa kita ambil contohnya yaitu di Republik Rakyat Cina yang berani memberikan wewenang luas kepada daerah-daerahnya dan itu mampu merangsang kemajuan di daerah selatan dan pedalaman untuk bisa berkembang.
Oleh karena itu, kalau pemerintahan Indonesia berhasil melakukan desentralisasi sengan baik, maka itu akan mengurangi tekanan yang sekarang secara gencar dilakukan terhadap ideologi Pancasila atas Amerika Serikat yang menghendaki tertanamnya sistem liberalisme-individualisme di Indonesia. Selain itu para pendiri bangsa telah menyatakan bahwa Republik Indonesia adalah Negara kesatuan, tetapi tetap memberikan otonomi luas kepada daerah-derahnya, agar kelak dapat terwujudnya keamanan dan kesejahteraan di seluruh rakyat Indonesia.
MASALAH CINA
Dalam menghadapi masalah ini hendaknya tidak diperkenankan sikap dan cara berpikir yang rasial, karena memang bukan masalah ras, politik ataupun budaya. Tetapi ketika timbul masalah ras, budaya, dan politik maka itu hanya sebagai ujung dari permasalahan ekonomi. Ini disebabkan oleh adanya kesenjangan sosial antara pribumi lokal dan warga keturunan tionghoa yang mengalami tingkat kesejahteraan yang berbeda. Apalagi kalau dilihat dari warga negara keturunan Cina menunujukkan kekuatan ekonomi yang begitu kuat sehingga dengan jumlah yang hanya sekitar 5 juta di Indonesia, mereka mampu mendominasi perekonomian nasional. Kekuatan ekonomi ini ditunjukkan bukan lain karena ada beberapa faktor, yaitu salah satunya adalah hubungan saudara dan sanak keluarga, dan adanya sifat tolong menolong diantara para orang-orang Cina yang tersebar di Asia Tenggara sampai ke Hongkong. Hal inilah yang menimbulkan kekuatan usaha melalui sistem jaringan yang teramat efektif dalam bidang perdagangan. Karena ada sistem jaringan ini maka usaha keturunan Cina tidak terlalu tergantung pada sistem perbankan di Indonesia. Sebab inilah yang seharusnya menjadi pemicu semangat para penduduk pribumi Indonesia untuk memiliki daya saing nasional yang tinggi, dalam ekonomi dan khususnya investasi.
Perlunya segera dikembangkan usaha kecil dan menengah yang luas dan bermutu di Indonesia sehingga menciptakan lapisan usahawan kecil dan menengah yang banyak, ulet, dan tangguh. Hasil dari inilah yang nantinya akan memperkuat daya ekonomi pribumi dan sekaligus memperteguh ekonomi nasional. Maka yang diperlukan pemerintah Indonesia adalah memperkuat kondisi para kaum pribumi dalam kemampuan berusaha serta meningkatkan mutu birokrasi pemerintah sehingga malakukan pekerjaannya dengan penuh daya saing nasional.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sejarah Militer, ringkasan buku “KEPEMIMPINAN ABRI DALAM SEJARAH DAN PERJUANGAN” halaman 246-297.