Industri batik bakaran diawali dari pemilik industri batik rumahan Bukhari yang memberi nama industrinya dengan nama industri batik “Tjokro”. Bukhari memulai usahanya pada tahun 1977. Awalnya Bukhari membuat kerajinan batik hanya untuk melestarikan warisan leluhurnya. Bukhari menganggap bahwa batik adalah karya cipta yang harus dilestarikan keberadaannya, karena generasi pada zaman dahulu menciptakan batik yang begitu indah sehingga sebagai generasi penerus harus tetap melanjutkan perjuangan pembuatan batik tulis bakaran.
Awal Wanita Pembuat Batik Di Desa Bakaran Pati
Bukhari sebagai pionir pengusaha batik tidak menyangka apabila batik bisa hidup sampai sekarang. Bukhari tidak pernah berfikir jika ia menjadi pengusaha batik dan memiliki karyawan pembatik dengan jumlah yang banyak, karena awalnya membatik hanya digunakan untuk pekerjaan sampingan dan menjaga agar batik warisan leluhur tidak punah digerus zaman. Pada waktu itu mata pencaharian utama Bukhari berasal dari tambak. Pada umur 9 tahun, Bukhari sudah bisa membuat motif- motif batik bakaran, hal ini dikarenakan dalam silsilah keluarga Bukhari ada aliran seni membatik. Bukhari menularkan kemampuan membatiknya kepada sang istri. Hal ini diharapkan agar batik bakaran bisa tetap lestari dan bisa berkembang.
Berdirinya industri batik rumahan yang dimiliki Bukhari, menyebabkan para wanita yang tinggal di sekitar rumahnya mulai masuk untuk menggeluti usaha batik. Pembatik yang dimiliki Bukhari adalah para wanita yang ada di sekitar rumah Bukhari. Seiring berjalannya waktu banyak konsumen yang tertarik dengan batik bakaran. Hal ini menyebabkan industri batik rumahan mulai tumbuh di Desa Bakaran Wetan dan Desa Bakaran Kulon.
Batik sebagian besar dikerjakan oleh wanita, membatik merupakan kegiatan yang membutuhkan ketelitian dan kesabaran. Pembatik wanita merupakan orang-orang yang ikut mengembangkan keberadaan batik bakaran. Melalui para pembatik, batik diciptakan dan bisa tetap ada sampai saat ini. Pembatik wanita merupakan asset penting dalam suatu industri, karena dengan adanya mereka para pengusaha batik tetap bisa menghasilkan batik baik dalam jumlah besar maupun sedang. Banyaknya konsumen yang meminati keberadaan batik bakaran, menjadikan wanita yang awalnya hanya berprofesi sebagai buruh batik kemudian beralih menjadi pengusaha batik.