BAB I

Dua belas atau tiga belas league dari Prince’s Island (Pulau Pangeran), pada bagian selat yang paling sempit dan berseberangan dengan Varkens atau Hog Point Sumatera, ada sebuah pulau yang terkait dengan lokasinya yang tepat berada di tengah-tengah terusan itu memiliki nama Dwars in den Weg, Thwart the Way (Penghalang Jalan) atau Middle Isle (Pulau Tengah)
Kapal-kapal yang berlayar melalui Selat Sunda sering berlabuh di Teluk Anyer untuk mengmbil persediaan air segar mereka yang terakhir dari sebuah sungai kecil yang mengalir dari pegunungan ke laut, di tempat ini dekat dengan sebuah hutan kelapa. Tidak jauh dari desa ini adalah sebuah pulau kecil atau batu karang yang sama sekali tertutup oleh semak belukar.
Dari Anyer sampai Banten, secara umum keadaan pedalaman wilayah ini terlihat banyak puncak gunung, sementara pada sisi pantainya lebih datar. Navigasi dari tempat ini ke jalan Batavia memberi pemandangan yang lumayan dengan adanya sejumlah pulau kecil yang diselimuti kehijauan dan yang terhampar di sepanjang jalur pelayaran. Jalur ke Batavia bisa dikatakan sebagai salah satu jalur yang terbaik di dunia, begitu pula dengan tempat berlabuhnya, yang terdiri dari tanah lempung yang lembut, begitu pula dengan keamanan yang diberikannya terhadap setiap kapal yang berlabuh padanya dan pada jumlah kapal yang bisa ditampungnya. Pada jalur itu, pada titik yang terdekat dengan kota, ditempatkan sebuah kapal penjaga yang secara umum disebut sebagai kapal laksamana dengan menyandang sebuah bendera di pucuk tiang layarnya. Sebelum membicarakan perihal Batavia, tidak pantas rasanya jika tidak menerangkan perihal sejauh mana kekuatan Kompeni terhadap seluruh pulau Jawa yang terbagi menjadi empat kekaisaran atau empat kerajaan yang secara keseluruhan atau sebagian berada di bawah pengaruh Kompeni.
Kerajaan kedua di Jawa adalah Jaccatra yang dibagian timur berbatasan dengan Cirebon dan dengan kerajaan Banten di barat. Sebelum terjadi revolusi, Jaccatra adalah ibukota dari kerajaan tersebut, namun sekarang Batavia yang dibangun di dekat kota itu telah menjadi wilayah utama.
Kerajaan ketiga adalah Cirebon. Wilayah ini berada di bawah penguasaan tiga pangeran yang berbeda yang merdeka dari pengaruh Kompeni dan berdaulat di wilayah mereka masing-masing. Mereka ini hanyalah segelintir pangeran di Jawa yang tidak hanya memiliki kekuasaan nominal, namun juga memiliki kedaulatan nyata, andai saja bukan karena wilayah mereka yang terletak di antara Jakarta dan kekaisaran Susuhunan atau kaisar Jawa yang juga menjadi wilayah yang tergantung pada Kompeni yang pastinya telah membuat mereka berdiri penuh hormat dan yang membuat segala kehendak mereka harus mereka perhatikan dengan sangat, karena jika tidak, Kompeni tak kan segan-segan menggulingkan salah satu pangeran dan menggantikannya dengan yang lain.
Kerajaan keempat adalah Susuhunan, Raja Jawa, yang karena tempat bermukimnya sering dinamakan Susuhunan Mataram. Kerajaan ini menguasai sebagian Pulau Jawa. Kemudian kerajaan itu dipecah menjadi 2 bagian. Bagian satu diserahkan ke Mangkubumi dan bergelar Sultan, sedang yang lainnya terdiri atas seperlima dari wilayah kerajaan Jawa.
DAFTAR PUSTAKA
Stockdale, John Joseph. 2011. Eksotisme Jawa. Ragam Kehidupan dan Kebudayaan Masyarakat Jawa. Yogyakarta: Progresif Books.












