Revolusi fisik tahun 1945-1949 di Indonesia telah menguras tenaga seluruh rakyat Indonesia, baik laki-laki, wanita, yang tua maupun muda semuanya turut bahu-membahu berjuang di garis depan. Pada masa revolusi ini, tidak sedikit kaum wanita menunjukkan kemampuannya untuk ikut berjuang bersama para gerilyawan Republik Indonesia. Sejalan dengan pekik kemerdekaan, kaum wanita sebagai bagian dari bangsa secara spontan memberikan sambutan dan dukungannya dengan menyumbangkan tenaga maupun pemikiran. Waktu itu, rakyat merupakan kekuatan utama dalam menghadapi musuh.
Revolusi nampaknya mendorong lahirnya kelompok atau organisasi pejuang wanita, kelompok-kelompok atau laskar-laskar wanita tersebut turut berpartisipasi aktif dalam kancah perjuangan. Keputusan untuk mendirikan kelompok perjuangan ini tentu merupakan langkah yang cukup berani. Melihat prespektif umum masyarakat bahwa wanita adalah makhluk yang lemah, tugasnya hanya berkutat di dapur, sumur, dan kasur. Bahkan untuk struktur kekerabatan dengan fungsi dan perannya telah diatur serta dibatasi oleh adat. Kondisi yang seperti itulah gerak wanita menjadi sangat terbatas, namun pada masa revolusi fisik kemampuan mereka tidak lagi dipandang sebelah mata.
Setelah Jepang meninggalkan Indonesia organisasi-organisasi wanita bentukan Jepang dihapuskan dan diganti dengan organisasi bentukan pemerintah Indonesia. Berbagai organisasi wanita bermunculan mulai dari kegiatan sosial, pendidikan, bahkan kemiliteran. Hal tersebut didukung dengan tumbuhnya semangat revolusi yang menggebu di hati rakyat Indonesia. Pada bidang kemiliteran kemudian banyak berdiri kelaskaran- kelaskaran wanita, sebagian besar anggotanya adalah pemudi. Diantara laskar-laskar wanita di Indonesia terdapat Laskar Wanita Indonesia Bandung, Laskar Pocut Baren Aceh, Laskar Muslimat Palembang, dan Laskar Putri Indonesia Surakarta. Lahirnya laskar-laskar wanita tersebut membuktikan bahwa mereka juga ingin menjadi bagian dari revolusi atau “menjadi Republikan”.
Periode 1945-1949 merupakan periode Revolusi Kemerdekaan RI yang melibatkan seluruh unsur kekuatan rakyat. Salah satunya Laskar Putri Indonesia (LPI) dan Laskar Wanita Indonesia (Laswi) yang turut menyumbangkan kekuatannya. LPI merupakan badan perjuangan wanita yang berdiri pada 30 Oktober 1945 di Surakarta bergerak di kegiatan militer.
Laswi merupakan kelaskaran wanita yang lahir di Bandung pada 12 Oktober 1945 yang juga bergerak dalam kegiatan militer. Kelaskaran ini terbentuk berkat dorongan semangat gadis-gadis Surakarta dan Bandung yang bertekad untuk membentuk kesatuan bersenjata seperti halnya pejuang laki-laki.
Dua kelaskaran wanita tersebut pada perjuangannya sempat melakukan penggabungan, hal tersebut dikarenakan tujuan perjuangan laskar yang hampir sama. Guna menyatukan kekuatan untuk menghadapi penjajahan maka penggabungan tersebut berlanjut dengan peleburan nama LPI di bawah naungan Laswi. Meskipun tujuan perjuangan antar laskar sama, namun tidak menuntut kemungkinan bahwa penggabungan tersebut berjalan lancer. LPI dan Laswi hanya mampu berjuang bersama-sama dalam waktu yang singkat, kerjasama mereka terhenti pada bulan ketiga setelah penggabungan. Pisahnya LPI dan Laswi tidak lantas menghentikan perjuangan masing-masing laskar, selepas dari Laswi LPI masih tetap melanjutkan pengabdiannya kepada bangsa dengan membantu perjuangan di sekitar Surakarta.
Tanggal 19 Desember 1948, Angkatan Perang kerajaan Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua dengan tujuan menghancurkan Republik Indonesia. Secara mendadak pasukan elitenya, antara lain Korps Speciale Troepen (KST), dibantu dengan kekuatan udaranya melakukan serbuan udara untuk merebut lapangan udara Maguwo, di Yogyakarta. Pasukan-pasukan RI merasa terdesak dan mengundurkan diri ke luar kota dan memulai perang gerilya secara besar-besaran. Sampai akhir bulan Desember semua kota besar di Jawa dan Sumatera telah jatuh ke tangan Belanda. Satu- satunya wilayah besar yang tidak dikuasai Belanda adalah Aceh.
Melihat kondisi RI yang genting seperti itu, dengan didudukinya ibukota sementara RI oleh Belanda membuat semangat rakyat Indonesia terpecut dan LPI tidak ketinggalan ikut berjuang. LPI yang semula beroperasi di daerah Surakarta hijrah ke daerah-daerah sekitarnya untuk membantu para gerilyawan termasuk ke Yogyakarta. Perjuangan LPI di Yogyakarta mendapat sambutan hangat dari kelaskaran rakyat lainnya yang ada di Yogyakarta. Hal itu dibuktikan dengan bergabungnya LPI dengan pasukan TNI dalam kesatuan SWK 102 dan SWK 105. Melihat ketangguhan LPI turut dalam perjuangan Revolusi Fisik ini mengaburkan pandangan bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah.
Laskar Putri Indonesia ini, perjuangannya di front depan yang begitu berani, memanggul senjata api dan merakitnya sendiri bagi penulis adalah hal istimewa padahal mereka perempuan. Kelaskaran wanita ini juga mengalami proses fusi (penggabungan) dengan kelaskaran lain yaitu Laskar Wanita Indonesia (LASWI) namun penggabungan dibawah nama LASWI ini hanya bertahan sebentar, maka dari itu penulis ingin mengetahui konflik dan kegiatan-kegiatan LPI di dalam LASWI dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.