Pemikiran Gus Dur tentang Pluralisme Agama di Indonesia
Agama adalah sarana manusia untuk dekat dengan Tuhan-Nya, Agama adalah sarana manusia untuk bertutur dengan Tuhan-Nya, Agama pasti mengajarkan yang baik dan benar pada pemeluknya. Agama dijadikan sebagai pedoman dan tuntunan kehidupan manusia untuk menjalankan roda kehidupan di muka bumi ini. Agama memegang peran sentral dalam bagian-bagian paling penting dalam kehidupan manusia. Agama memperingati kelahiran, menandai pergantian jenjang dari kanak-kanak menjadi dewasa, mengesahkan perkawinan serta kehidupan keluarga dan melapangkan jalan dari kekinian menuju pada kehidupan lain yang abadi.
Pada mulanya manusia adalah satu bangsa dalam kesatuan sederhana yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan dan perhatian mereka yang sederhana pula, walaupun tidak dipungkiri bahwa keberagaman kepercayaan adalah sebuah keniscayaan. Namun ketika di kemudian hari pengetahuan mereka berkembang, kebutuhan mereka semakin rumit, jumlah mereka juga semakin berlipat ganda, perbedaan, konflik dan peperangan pun timbul, dan salah satunya agama menjadi faktor pemicu.
Kondisi kehidupan antar umat beragama dalam konteks keindonesiaan, tidak jauh berbeda dengan kondisi di dunia seperti yang digambarkan sebelumnya. Konflik Ambon dan Poso yang terjadi setelah Orde Baru merupakan contoh fenomena disharmoni dalam kerukunan antar umat beragama. Kehidupan beragama di Indonesia masih ditandai dengan tembok pemisah yang menghalangi pergaulan antar pemeluk agama (Rahman , 2003: 39). Kondisi keagamaan demikian sangat rawan bagi masyarakat Indonesia yang majemuk, sehingga membutuhkan tingkat toleransi yang tinggi, yang disebut oleh para tokoh pendukungnya dengan istilah pluralisme agama.
Secara etimologis, pluralisme agama berasal dari dua kata “Pluralisme” dan “Agama” dalam bahasa arab diterjemahkan “Al-Ta’addudiyyah Al-Diniyyah” dan dalam Bahasa Inggris “Relegious Pluralisme”. Dalam kamus bahasa Inggris mempunyai tiga pengertian. Pertama, pengertian kegerejaan: (i) sebutan untuk orang yang memegang lebih dari satu jabatan dalam struktur kegerejaan, (ii) memegang dua jabatan atau lebih bersamaan baik bersifat kegerejaan maupun non kegerejaan. Kedua, pengertian filosofis: berarti sistem pemikiran yang mengakui adanya landasan pemikiran mendasar yang lebih dari satu. Sedangkan ketiga, pengertian sosio-politis: adalah suatu sistem yang mengakui koeksistensi keragaman kelompok, baik yang bercorak ras, suku, aliran maupun partai dengan tetap menjunjung tinggi aspek-aspek perbedaan yang sangat karakteristik diantara kelompok-kelompok tersebut.Bila digabungkan dari ketiganya Pluralisme yaitu “Koeksistensi berbagai kelompok atau keyakinan di satu waktu dengan tetap terpelihara perbedaan-perbedaan dan karakteristik masing-masing”(Thoha, 2005; 11).
Pemikiran pluralisme agama pada masa yang disebut pencerahan Eropa, tepatnya pada abad ke-18 Masehi, masa yang sering disebut sebagai titik permulaan bangkitnya gerakan pemikiran modern. Tetapi meskipun hembusan angin pluralisme agama telah mewarnai Eropa pada saat itu, pemikiran pluralisme agama belum secara kuat mengakar dalam kultur masyarakatnya(Thoha, 2005: 16). Baru pada awal abad ke-20 pemikiran pluralisme agama mulai mengakar kokoh dalam wacana pemikiran filsafat teologi barat. Para pencetus gagasan pluralisme agama diantaranya : Pertama, Ernst Troelsch (1865-1923), seorang teolog Kristen liberal dalam sebuah makalahnya yang berjudul (posisi agama Kristen diantara agama-agama dunia) dia berpendapat bahwa dalam semua agama termasuk Kristen selalu mengandung elemen kebenaran mutlak. Konsep tentang ketuhanan di muka bumi ini beragam dan tidak hanya Satu. Kedua, William E. Hocking dalam bukunya Rethinking Mission pada tahun 1932 dan berikutnya Living Religions and A World Faith doi memperediksikan munculnya model keyakinan atau agama universal baru yang selaras dengan konsep pemerintahan global. Ketiga, Arnold Toynbee(1889-1975) pemikirannya hampir sama dengan Ernst Troelsch dalam karyanya An Historian’s Approach To Religion (1965) dan Crishtianity An World Religions (1957). Keempat, Wilfred Cantwell Smith dalam karyanya Towards A World Theology (1981) karena gagasannya pluralisme semakin berkembang dia menyakinkan perlunya menciptakan konsep teologi universal atau global yang bisa dijadikan pijakan bersama (commond ground) bagi agama-agama dunia dalam berinteraksi dan bermasyarakat secara damai dan harmonis.
Pluralisme agama atau kini yang disebut pluralisme saja, merupakan istilah yang memberikan penuh janji tentang kehidupan damai dan rukun antar masyarakat yang berbeda terutama agama. Di Indonesia, sistem dan ideologi pluralisme bisa tumbuh dengan cepat kehadiran ideologi ini di bumi Indonesia yang mengamalkan pranata nation state. Dalam faktanya pluralisme dianggap sebagai dewa penyelamat dan pemersatu bangsa sehingga harus dipelihara, dibela dan dipertahankan sedemikian rupa, bahkan melalui lembaga konstitusi negara dengan sederet undang-undang dan peraturan pemerintah pada UU No.8/1985 (tentang asas tunggal) (Thoha, 2005: 5).
Pluralisme diambil atas beberapa dasar. Pertama, humanisme sekuler dibangun di atas dua konsep untuk mewujudkan koeksitensi damai antar agama. Kedua, Teologi Global yang mengacu pada teori rekonsepsi agama yang diusung oleh Wilfred Cantwel Smith. Ketiga, sinkretisme diawali oleh gerakan “masyarakat ketuhanan” (Brahma Samaj) yang didirikan pada tahun 1875 di New York AS gagasannya yaitu bahwa kebenaran terbagi dalam berbagai agama dan gagasan bahwa agama-agama saling melengkapi. Keempat, hikmah abadi gagasan ini berkeyakinan mereka yang membedakan antara “hakikat transenden” yang hanya satu saja dan tidak mungkin diketahui dan hakikat agama yang tidak lain merupakan beberapa manifestasi eksternal yang beragam dari hakikat yang satu.
Dalam disertasinya di Monash University Australia Greg Barton yang dikutif Husaini (2005: x) menjelaskan beberapa prinsip gagasan Islam liberal di Indonesia (a). Pentingnya kontekstualisasi ijtihad (b). Komitmen terhadap rasionalitas dan pembaruan (c). Penerimaan terhadap pluralisme sosial dan pluralisme agama-agama (d). Pemisahan agama dari partai politik dan adanya posisi non- sekretarian negara. Menurut Barton ada empat tokoh Islam liberal di Indonesia, yaitu Abdurahman Wahid atau Gus Dur, Nurcholis Madjid, Ahmad Wahib dan Djohan Effendi (Husaini, 2005: x).
Nurcholis Madjid dikutip dalam buku Adian Husaini (2005: 12) menyatakan bahwa “Pluralisme agama adalah istilah khas dalam teologi. Dia mengelompokan ada tiga sikap dialog agama yang dapat diambil, yaitu: Pertama, sikap ekslusif dalam melihat agama lain (agama-agama yang lain adalah jalan yang salah, yang menyesatkan bagi pengikutnya). Kedua, sikap inklusif (agama- agama lain adalah bentuk implisit agama kita). Ketiga sikap pluralis yang bisa terekspresi dalam macam-macam rumusan, misalnya “agama-agama lain adalah jalan yang sama-sama sah untuk mencapai kebenaran yang sama”, “agama-agama lain berbicara secara berbeda, tetapi merupakan kebenaran-kebenaran yang sama sah”, atau setiap agama mengekspresikan bagian penting sebuah kebenaran” (Husaini, 2005: 13).
Hamka pernah menyatakan orang yang mengatakan bahwa semua agama itu benar, sebenarnya ia tidak beragama. Logikanya jika semua agama sama, buat apa ia beragama? Lalu agama mana saja yang sama? Bagi muslim, teologi pluralisme sangatlah aneh dan menyesatkan. Dalam tataran teologis Islam memiliki konsep “eksklusif” dan tegas. Allah berfirman:
“Sesungguhnya agama disisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian diantara mereka. Barang siapa yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah maka Allah sangat cepat perhitungannya.(Al-Imran:19)” Dalam surat Al-Imran ayat 85 di sampaikan ; “Dan barang siapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan diakhirat termasuk orang yang rugi.” (Ail- Imran:85)”.
Gus Dur selalu bertolak belakang dengan para pemikir pada umumnya, di sinilah Gus Dur menjadi kontroversi bahwa pemikirannya selalu berlawanan dengan arus. Lalu apa yang menjadi dasar pemikiran Gus Dur yang selalu berbeda dengan pemikiran tokoh pemikir pada umumnya ?.
Berdasarkan paparan di atas, penulis bermaksud meneliti Pemikiran Gus Dur tentang Pluralisme Agama di Indonesia 1971-2009 dengan alasan :
1. Terdapat permasalahan konflik yang terjadi karena permasalahan syara’ misalnya; tragedi yang terjadi di Sampit, Poso dan kasus penyerangan terhadap jamaah Ahmadiyah diberbagai daerah di Indonesia.
2. Gus Dur selalu memposisikan dirinya sebagai pembela kaum tertindas dan minoritas, bagaimana proses lahirnya pemikiran tersebut?
3. pemikiran Gus Dur yang menimbulkan pro dan kontra di kalangan umat Islam di Indonesia, pengahargaan terhadap Gus Dur di sampaikan dari berbagai agama, organisasi dan negara. Tapi hujatan juga tidak kalah banyaknya, apa latar belakang Gus Dur untuk menjadi sosok yang kontroversi di Indonesia ?
4. sudah banyak kajian yang dilakukan tentang pemikiran Gus Dur ditinjau dari berbagai aspeknya. Namun, belum ada penelitian yang megkaji secara khusus pemikiran Gus Dur tentang pluralisme agama di Indonesia. Seperti kajian yang di lakukan oleh The Wahid Institute yang memaparkan terkait dengan pemikiran Gus Dur yang berjudul “Islamku, Islam Anda dan Islam Kita Semua” tanpa memberikan penjelasan pengaruh yang ditimbulkan oleh pemikiran Gus Dur terhadap masyarakat di Indonesia.
Selanjutnya, kajian yang dilakukan oleh kompas dalam buku yang berjudul Damai Bersama Gus Dur, dalam buku ini di sampaikan beberapa pemikiran Gus Dur dalam pandangan beberapa tokoh. Tapi dalam kajian buku ini belum menyampaikan pengaruh dari pemikiran pluralisme Gus Dur di Indonesia.
Berdasarkan uraian dan alasan-alasan di atas menarik bagi penulis untuk mengkaji lebih dalam terkait pemikiran Gus Dur tentang Pluralisme Agama. Maka penulis merumuskan judul : “Pemikiran Gus Dur tentang Pluralisme Agama di Indonesia (1971-2009)”. Perspektif ini bukan untuk dilihat dalam kaca mata penghakiman. Untuk menghindari hal tersebut, kajian ini ditempatkan dalam konteks wacana intelektual. Kajian ini ditekankan pada pencarian solusi terhadap realitas sejarah yang terjadi. Sekian dari artikel kajian awal saya, terimakasih.