Artikel Perkembangan Kolonialisme dan Imperialisme Eropa di Indonesia bertujuan untuk memudahkan kalian mencari apa yang kalian inginkan, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk kalian baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel sejarah, yang kami tulis ini dapat kalian pahami dengan baik, semoga artikel ini berguna untuk kalian, jika ada kesalahan penulisan yang dilakukan oleh penulis mohon dimaafkan. baiklah, selamat membaca.
Pada pertengahan abad ke-15, terjadi perubahan politik, ekonomi, dan sosial di Eropa. Hal ini berdampak pada keluarnya bangsa-bangsa Eropa untuk mencari wilayah baru yang secara ekonomis lebih menguntungkan. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan dan keragaman sumber daya alam. Kekayaan akan sumber daya alam ini, menarik negara-negara di Eropa datang ke Indonesia untuk melakukan perdagangan. Namun, transaksi dagang tersebut berubah menjadi penjajahan yang sangat menyengsarakan rakyat. Sehingga timbulah berbagai perlawanan rakyat di daerah terhadap kekuasaan kolonial.
Kebijakan Pemerintah Kolonial di Indonesia
Kebijakan VOC (1602-1799)
Keberhasilan pedagang-pedagang Belanda melakukan pelayaran ke nusantara mendorong pedagang Belanda lainnya datang ke Nusantara. Selanjutnya karena semakin banyak pedagang Belanda yang datang ke Indonesia timbul persaingan. Untuk menghindari persaingan yang tidak sehat antar pedagang Belanda maka pada tanggal 20 Maret 1602 dibentuklah VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie) atau Serikat Perusahaan Dagang Hindia Timur.
Di bawah pimpinan Jan Pierterszoon Coen, VOC berhasil merebut Jayakarta tahun 1619 dari tangan pangeran Wijayakrama dan menggantinya menjadi kota baru, yaitu Batavia yang kemudian menjadi pusat dan basis kekuatan VOC. Untuk melancarkan VOC melakukan cara-cara seperti kekerasan, peperangan, pengusiran dan pembunuhan, menghancurkan pusat-pusat perdagangan Islam dan melakukan tipu muslihat.
Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC dalam melaksanakan monopoli perdagangan, antara lain:
- Verplichte Leverranties, yaitu penyerahan wajib hasil bui dengan harga yang telah ditetapkan oleh VOC. Tidak boleh menjual hasil bumi selain kepada VOC. Contoh penyerahan wajib. lada, rempah-rempah kepada VOC.
- Contingenten, yaitu kewajiban bagi rakyat untuk bayar pajak berupa hasil bumi
- Pelayaran Hongi, yaitu pelayaran dengan perahu kora-kora (perahu perang) untuk mengawasi pelaksanaan monopoli perdagangan VOC dan menindak pelanggarannya di Maluku.
- Ekstirpasi, yaitu hak VOC untuk menebang tanaman rempah-rempah agar tidak terjadi kelebihan produksi yang dapat menyebabkan harga merosot.
Pada akhir abad ke 18, VOC mengalami kesulitan keuangan, kas VOC kosong , dan hutang yang menumpuk. Hal tersebut dikarenakan VOC banyak mengeluarkan biaya untuk menghadapi perlawanan rakyat, untuk biaya pemerintahan, serta pegawainya banyak yang korupsi. Oleh karena itu, pada tanggal 31 Desember 1799 VOC dibubarkan.
Kebijakan Pemerintah Prancis (1808-1811)
Pemerintah Herman Willem Daendels
Sejak Belanda jatuh ke tangan Prancis pada tahun 1795, Belanda diubah namanya menjadi Republik Batafia dan diperintah oleh Louis Napoleon, adik Kaisar Napoleon Bonaparte. Kemudian, pada tanggal 1 Januari 1808, Daendels menerima kekuasaan dari Gubernur Jenderal Weise. Daendels dibebani tugas mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris.
Langkah-langkah yang ditempuh Daendels, antara lain:
-
Meningkatkan jumlah tentara dengan jalan mengambil dari berbagai suku bangsa di Indonesia.
-
Membangun pabrik senjata di Semarang dan Surabaya.
-
Membangun pangkalan armada di Anyer dan Ujung Kulon.
-
Membangun benteng-benteng pertahanan.
-
Membangun jalan raya dari Anyer hingga Panarukan, sepanjang kurang lebih 1.100 km.
Untuk mewujudkan langkah-langkah tersebut, Daendels menerapkan sistem kerja paksa (rodi). Kebijakan Daendels terhadap rakyat Indonesia adalah sebagai berikut.
-
Mengadakan penyerahan hasil bumi (contingenten).
-
Memaksa rakyat-rakyat menjual hasil buminya kepada pemerintah Belanda dengan harga murah (verplichte leverantie).
-
Melaksanakan Preanger Stelsel, yaitu kewajiban yang dibebankan kepada rakyat Priangan untuk menanam kopi.
-
Menjual tanah-tanah negara kepada pihak swasta asing seperti kepada Han Ti Ko seorang pengusaha Cina.
Pemerintahan Janssens
Pada waktu Janssens diangkat menjadi gubernur jenderal, beberapa daerah, seperti Sumatra Barat, Ambon, Ternate, dan Tidore telah dikuasai oleh Inggris. Ketika Inggris menyerang Pulau jawa, Janssens terpaksa menandatangani Perjanjian Tuntang yang isinya:
-
Seluruh militer Belanda menjadi tawanan Inggris.
-
Hutang pemerintahan Belanda tidak diakui Inggris.
-
Indonesia harus diserahkan kepada Inggris.
Penyebab kegagalan gubernur jenderal Janssens, antara lain tidak terjalin kerja sama dengan raja-raja di Indonesia, angkatan perang warisan Daendels kurang kuat, dan Janssens kurang cakap dalam memimpin pemerintahan.
Kebijakan Pemerintahan Inggris (1811-1816)
Thomas Stamford Raffles merupakan Gubernur jenderal pada masa kolonialisme Inggris di Indonesia. Raffles memerintah dari tahun 1811 sampai tahun 1816. Kebijakan Raffles di Indonesia, antara lain:
a. Bidang Ekonomi
Dalam bidang ekonomi Raffles menetapkan kebijakan:
-
Menghapus segala kebijakan Daendels, seperti contingenten pajak penyerahan diganti dengan sisitem sewa tanah (landrente).
-
Semua tanah dianggap milik negara, maka petani harus membayar pajak sebagai uang sewa.
namun upaya Raffles dalam penerapan sistem pajak telah mengalami kegagalan karena:
-
Sulit menentukan besar kecilnya pajak bagi pemilik tanah, karena tidak semua rakyat mempunyai tanah yang sama.
-
Keterbatasan pegawai-pegawai Raffles, dan rakyat belum mengenal sistem uang.
-
Sulit menentukan luas sempitnya dan tingkat kesuburan tanah petani.
b. Bidang Pemerintahan, Pengadilan, dan Sosial
Pulau jawa dibagi menjadi 16 karesidenan yang dikepalai residen dan masing-masing karesidenan mempunyai badan pengadilan. Selain itu, Raffles juga melarang perdagangan budak.
c. Bidang Ilmu Pengetahuan
Dalam bidang pengetahuan, Raffles menetapkan kebijakan berupa:
-
Mengundang ahli pengetahuan dari luar negeri untuk mengadakan penelitian ilmiah di Indonesia.
-
Raffles bersama Arnoldi berhasil menemukan bunga bangkai sebagai bunga raksasa dan terbesar di dunia. Bunga tersebut deberinya nama ilmiah, Rafflesia Arnoldi.
-
Raffles menulis buku” History of Java” dan merintis pembangunan Kebun Raya Bogor.
-
Kebijakan Pemerintah Hindia- Belanda (1816-1942)
Pemerintahan Kaisar Napoleon jatuh pada tahun 1814 dan pemerintahan raja Louis Napoleon di Belanda juga berakhir dan negeri Belanda tidak lagi dikuasai Prancis. Kemudian Inggris-Belanda mengadakan perjanjian pada tahun 1814 atau lebih dikenal dengan Konvensi London, yang menyatakan bahwa Belanda menerima jajahan yang dulu direbut oleh Inggris. Kemudian secara resmi John Cendel menyerahkan Indonesia kepada Belanda pada tahun 1816.
d. Sistem tanam Paksa (Cultuurstelsel) 1830-1870
Pada tahun 1830 pemerintah kolonial Belanda di bawah gubernur jenderal Van den Bosch memberlakukan tanam paksa yang bertujuan meningkatkan produksi perkebunan terutama produksi yang sangat laku di pasar internasional pada waktu itu, seperti teh, kopi, tebu, dan tembakau. Dalam pelaksanaan tanam paksa memiliki beberapa aturan yang harus diperhatikan rakyat. Aturan tersebut adalah sebagai berikut.
-
Setiap petani wajib menyerahkan seperlima tanahnya untuk ditanami tanaman yang laku dipasaranEropa, seperti: kopi, nila, tebu, tembakau, dan teh.
-
Kegagalan panen akibat bencan alam ditanggung pemerintah.
-
Tanah yang diserahkan kepada pemerintah dibebaskan dari pajak.
-
Jika hasil panen melebihi ketentuan, kelebihan itu akan dikembalikan kepada petani.
-
waktu yang digunakan untuk mengerjakan tanah tidak boleh melebihi waktu untuk menanam padi.
-
Penduduk yang tidak mempunyai lahan, wajib kerja di perkebunan milik Belanda selama 66 hari.
Pelaksanna tanam paksa ternyata menyimpang dari ketentuan dan sangat memberatkan rakyat Indonesia. Golongan yang menentang sistem tanam paksa , yaitu:
-
Golongan Pendeta, Golongan ini menentang atas dasar kemanusiaan. Adapun Tokohnya adalah Baron Van Hovel.
-
Golongan Liberal, Golongan liberal terdiri dari pengusaha dan pedagang, diantaranya:
-
-
Douwes Dekker dengan nama samaran Multatuli dengan mengarang buku berjudul Max Havelaar.
-
Frans Van De Pute dengan mengarang buku berjudul Suiker Constracten (Kontrak Kerja).
-
Reaksi pemerintah Belanda dengan kritikan-kritikan tersebut adalah dengan menghapus sistem tanam paksa. Pada tahun 1870 seluruh jenis tanaman paksa dihapus kecuali tanaman kopi yang baru dihapus pada tahun 1917.
e. Politik Pintu Terbuka (1870-1900)
Politik Pintu Terbuka merupakan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk emberikan kesempatan kepada swasta dalam berinvestasi di Indonesia. Pada tahun 1870 dimulailah penanaman modal asing di Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Agraria dan Undang-Undang Gula.
Tujuan dikeluarkannya Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) adalah:
-
Pengusaha asing diberikan kesempatan untuk menyewa tanah dari rakyat di Indonesia.
-
Melindungi hak milik petani pribumi atas tanahnya dari penguasaan orang-orang asing.
Pokok-pokok aturan Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) adalah:
-
Tanah dapat disewakan paling lama 75 tahun, dan gubernur jenderal tidak boleh menjula tanah milik pemerintah.
-
Gubernur jenderal tidak boleh mengambil tanah yang dibuka oleh rakyat.
Tujuan dikeluarkannya Undang-Undang Gula (Suiker Wet) adalah untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada para pengusaha perkebunan gula di Hindia- Belanda (Indonesia). Pokok-pokok Undang-Undang Gula (Suiker Wet) adalah:
-
Perusahaan gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap.
-
Pihak swasta bebas mendirikan pabrik gula.
-
Tebu tidak boleh diangkut ke luar negeri.
Politik Etis
Politik pintu terbuka tidak membawa kemajuan dan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Van Deventer mengkritik bahwa dengan adanya politik pintu terbuka, Belanda memcapai kemakmuran yang sangat pesat. Sementara, rakyat Indonesia semakin miskin dan menderita.
Oleh karena itu, van Deventer mengajukan politik yang diperjuangkan untuk kesejahteraan rakyat. Politik ini dikenal dengan politik etis atau politik balas budi karena Belanda dianggap mempunyai hutang budi kepada rakyat Indonesia yang telah membantu meningkatkan kemakmuran negeri Belanda. Politik etis yang diusulkan Van Deventer kemudian dikenal dengan Trilogi Van Deventer, yang isinya:
-
Irigasi ( pengairan), yaitu diusahakan pembangunan irigasi untuk mengairi sawah-sawah milik penduduk untuk membantu peningkatan kesejahteraan penduduk.
-
Edukasi (pendidikan), yaitu penyelenggaraan pendidikan bagi masyarakat pribumi agar mampu menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang lebih baik.
-
Migrasi (perpindahan penduduk), yaitu perpindahan penduduk dari daerah yang padat penduduknya ke daerah lain yang jarang penduduknya agar lebih merata.
Kesimpulan
Sekianlah artikel Perkembangan Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.