Hubungan dagang antara Indonesia dan dunia luar merupakan sebab awal adanya pengaruh dan proses masuknya budaya luar khususnya Hindu-Budha ke Indonesia. Dalam konteks ini, J.C. Van Leur dan O.W. Wolters berpendapat bahwa hubungan dagang antara India dan Indonesia sudah terjalin sebelum hubungan dagang antara Indonesia dan Cina.
Oleh karena itu, tak heran muncul pengaruh budaya India di Indonesia, walaupun proses muncul dan berkembangnya budaya India adalah sesuatu yang terpisah dari proses perdagangan. Terkait dengan masuk dan berkembangnya agama Hindu Budha ke Indonesia, terdapat lima teori, yakni:
a.  Teori Brahmana
Teori Brahmana adalah teori yang menyatakan bahwa masuknya Hindu Budha ke Indonesia dibawa oleh para Brahmana atau golongan pemuka agama di India. Teori ini didukung dengan adanya bukti bahwa terdapat perkampungan India di Malaysia dan pantai Timur Sumatera (populer dengan nama Kampung Keling) yang banyak ditempati oleh orang Keling dari India Selatan yang memerlukan kaum Brahmana untuk upacara agama (perkawinan dan kematian).
Van Leur cenderung untuk memberikan peran penyebaran budaya India pada golongan Brahmana. Mereka datang atas undangan para penguasa Indonesia. F.D.K. Bosch menyetujui pendapat Van Leur. Dengan mengamati unsur-unsur budaya India dalam budaya Indonesia, Bosch berpendapat bahwa hanya golongan cendikiawanlah yang dapat menyampaikan budaya India pada bangsa Indonesia.
Golongan tersebut dinyatakan sebagai clerks. Pendeta-pendeta tersebut menyebar ke seluruh penjuru dunia melalui jalur perdagangan. Kedatangan mereka biasanya telah diberitakan lebih dahulu. Mereka kemudian bertemu dengan kalangan istana. Teori brahmana dilSaudaraskan pada prasasti-prasasti  peninggalan kerajaan Hindu Budha di Indonesia pada masa lampau yang hampir semuanya menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Saksekerta. Di India, aksara dan bahasa ini hanya dikuasai oleh golongan Brahmana.
Selain itu, karena peran serta golongan Brahmana juga didukung oleh kebiasaan ajaran Hindu. Seperti diketahui bahwa ajaran Hindu yang utuh dan benar hanya boleh dipahami oleh para Brahmana. Hanya golongan Brahmana-lah yang dianggap berhak menyebarkan ajaran Hindu, karena merekalah yang memahami bahasa Sansekerta. Para Brahmana diundang ke Nusantara oleh para kepala suku untuk melakukan upacara vraytastoma, upacara khusus untuk menghindukan seseorang.
Para Brahmana sengaja didatangkan ke Indonesia karena raja yang telah mengenal brahmana secara khusus sehingga meminta brahmana untuk mengajar di lingkungannya, melaksanakan upacara penobatan raja (abhiseka) dan menjadi penasehat raja, purohita. Tidak hanya dalam bidang keagamaan, tetapi juga menjadi penasehat dalam bidang pemerintahan, peradilan, perundang-undangan, dan sebagainya.
Hanya saja, teori brahmana memiliki kelemahan. Menurut ajaran Hindu kuno seorang Brahmana dilarang untuk menyeberangi lautan apalagi meninggalkan tanah airnya. Jika ia melakukan hal tersebut maka ia akan kehilangan hak akan kastanya, sehingga mendatangkan para Brahmana ke Indonesia bukan merupakan hal yang wajar.
b. Teori Waisya
Teori Waisya menyatakan bahwa terjadinya penyebaran agama Hindu Budha di Indonesia adalah berkat peran serta golongan Waisya (pedagang) yang merupakan golongan terbesar masyarakat India yang berinteraksi dengan masyarakat nusantara. Dalam teori ini, para pedagang India dianggap telah memperkenalkan kebudayaan Hindu dan Budha pada masyarakat lokal ketika mereka melakukan aktivitas perdagangan
Kondisi ini terjadi karena pelayaran sangat bergantung pada musim angin, maka dalam beberapa waktu mereka akan menetap di kepulauan Nusantara hingga angin laut yang akan membawa mereka kembali ke India berhembus. Selama menetap, para pedagang India ini juga melakukan dakwahnya pada masyarakat lokal Indonesia.
Kelemahan teori waisya ini terletak pada kurangnya pemahaman akan agama Hindu oleh para pedagang. Untuk melakukan proses memasukkan seseorang pada agama Hindu, para pedagang tidak memiliki pengetahuan tentang keagamaan. Mereka tidak menguasai tata cara pada agama Hindu, dimana kitab sucinya ditulis dalam Bahasa Sansekerta yang hanya dipahami oleh para Brahmana.
c. Teori Ksatria
Dalam teori Ksatria, penyebaran agama dan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada masa lalu dilakukan oleh golongan ksatria. Menurut teori ini, sejarah penyebaran Hindu Budha di kepulauan nusantara tidak bisa dilepaskan dari sejarah kebudayaan India pada periode yang sama. Seperti diketahui bahwa di awal abad ke-2 Masehi, kerajaan-kerajaan di India mengalami keruntuhan karena perebutan kekuasaan.
Penguasa-penguasa dari golongan ksatria di kerajaan- kerajaan yang kalah perang pada masa itu dianggap melarikan diri ke Nusantara. Di Indonesia mereka kemudian mendirikan koloni dan kerajaan-kerajaan barunya yang bercorak Hindu dan Budha. Dalam perkembangannya, mereka pun kemudian menyebarkan ajaran dan kebudayaan kedua agama tersebut pada masyarakat lokal di nusantara.
Keberatan teori ini dikemukakan oleh Van Leur. Keberatan pertama adalah mengenai kolonisasi. Suatu kolonisasi yang melibatkan penaklukan oleh golongan ksatria tentunya akan dicatat sebagai suatu kemenangan. Catatan demikian tidak ditemukan dalam sumber tertulis di India. Di Indonesia pun tidak terdapat suatu tSaudara peringatan apa pun, misalnya dalam bentuk prasasti.
Keberatan kedua, terletak pada pemahaman bahwa suatu kolonisasi selalu disertai oleh pemindahan segala unsur masyarakat dari tanah asalnya. Misalnya, sistem kasta, kerajinan, bentuk rumah, tata kota, bahasa, pergaulan, dan sebagainya. Dalam kenyataannya, di Indonesia berbeda dengan yang ada di India.
Bukti tentang penyerangan dari kerajaan di India ke Indonesia hanya ada pada berita tentang serangan Kerajaan ColamSaudarala ke Sriwijaya. Kejadian itu pun tidak menyebabkan runtuhnya Kerajaan Sriwijaya.
d. Teori Sudra
Teori Sudra dikemukakan oleh Van Faber. Teori ini menjelaskan bahwa penyebaran agama dan kebudayaan Hindu Budha di Indonesia diawali oleh para kaum sudra atau rakyat jelata yang bermigrasi ke wilayah Nusantara. Mereka menetap dan menyebarkan ajaran agama mereka pada masyarakat pribumi hingga terjadilah perkembangan yang signifikan terhadap arah kepercayaan mereka yang awalnya animisme dan dinamisme menjadi percaya pada ajaran Hindu dan Budha. Teori ini juga memiliki kelemahan, terkait dengan ketidakmampuan dalam pemahaman agama Hindu oleh kasta sudra ini
e. Teori Arus Balik
Teori arus balik juga sering dinyatakan sebagai Teori Nasional oleh R. Soekmono. Teori ini didasarkan pada Prasati NalSaudara yang berisi tentang pendirian asrama bagi para pelajar di Sriwijaya yang akan menuntut ilmu agama di India.
Teori arus balik menjelaskan bahwa penyebaran Hindu Budha di Indonesia terjadi karena peran aktif masyarakat Indonesia di masa silam. Menurut FDK. Bosch, pengenalan Hindu Budha pertama kali memang dibawa oleh orang-orang India. Mereka menyebarkan ajaran ini pada segelintir orang, hingga pada akhirnya orang-orang tersebut tertarik untuk mempelajari kedua agama ini secara langsung dari negeri asalnya, India. Mereka berangkat dan menimba ilmu di sana dan sekembalinya ke Indonesia, mereka kemudian mengajarkan apa yang diperolehnya pada masyarakat nusantara lainnya.