Awal Pembuatan Rokok Kretek Hingga Museum Rokok Kretek di Kudus
Pada jaman kemerdekaan dan pendudukan Sekutu para pengusaha di Kudus mendapatkan untung berlimpah oleh karena diijinkan mengimpor cengkeh secara besar-besaran. Akibatnya, mereka sanggup menghasilkan rokok kretek dengan mutu tinggi. Inilah awal mula pembuatan rokok kretek di Kota Kudus serta merupakan puncak dari berkembangnya perusahaan-perusahaan rokok di Kota Kudus. Hal tersebut disebabkan kota Kudus telah diduduki Belanda pada akhir 1948. Sayang, posisi keuangan mereka pada tahun 1949 sebenarnya lebih lemah dibandingkan dengan para saingan mereka di Semarang, Malang dan Surabaya, yang justru telah mendapatkan keuntungan yang berlimpah pada tahun 1947 dan 1948, berkat impor cengkeh dari Zanzibar secara besar-besaran. Akibatnya, peranan pengusaha pribumi di Kudus dalam pasar rokok kretek menjadi berkurang.
Perusahaan rokok kretek Bal Tiga milik Nitisemito runtuh karena perselisihan di antara para ahli warisnya. Kemunculan perusahaan rokok lainnya seperti Djarum (1951), Djamboe Bol (1937), Nojorono (1930), dan Sukun (1949) menjadikan pangsa pasar Bal Tiga semakin sempit dalam peluang pemasaran dan juga ditambah dengan pecahnya Perang Dunia II pada tahun 1942 di Pasifik, masuknya bala tentara Jepang, juga ikut memperburuk perusahaan yang dimiliki Nitisemito. Banyak aset perusahaan yang disita. Pada tahun 1955, sisa perusahaan kretek Nitisemito akhirnya dibagikan secara merata kepada ahli warisnya.
Baca juga : Awal Mula Pembuatan Rokok Kretek di Kota Kudus Bagian 1
Runtuhnya pasaran Bal Tiga disebut sebut juga karena berdirinya rokok Minak Djinggo pada tahun 1930. Pemilik industri rokok ini yang bernama Kho Djie Siong, ternyata ialah mantan agen dari perusahaan Bal Tiga di Pati, Jawa Tengah. Sejak dari dahulu ketika masih bekerja sebagai buruh di perusahaan Nitisemito, Kho Djie Siong memang sudah banyak menarik informasi rahasia racikan dan strategi dagang Bal Tiga kawan sekolahnya di HIS Semarang yang juga menantu Nitisemito tidak lain dia bernama M. Karmaen. Pada tahun 1930, Minak Djinggo, ketika penjualannya melesat cepat langsung memindahkan perseroannya ke Kudus. untuk memperluas pangsa pasar, Kho Djie Siong dengan sigap langsung meluncurkan produk baru yakni merek Nojorono. Setelah Minak Djinggo, beberapa perusahaan rokok lainnya ikut bermunculan dan bahkan ada yang mampu bertahan hingga kini seperti rokok Djamboe Bol milik H.A. Ma’roef, rokok Sukun milik M. Wartono dan Djarum yang didirikan Oei Wie Gwan.
Djarum merupakan Perusahaan rokok kretek yang berdiri pada 21 April 1951 dengan hanya 10 pekerja. Oei Wie Gwan, mantan agen penyuplai rokok Minak Djinggo di Jakarta ini, mengawali bisnis dengan memasok rokok untuk Dinas Perbekalan Angkatan Darat Republik Indonesia. Pada tahun 1955, Djarum mulai memperluas pasar produksinya dan wilayah penyuplainya. Produksinya semakin besar setelah memakai mesin pelinting dan pengolah tembakau otomatis pada tahun 1967.
Museum Kretek sendiri didirikan atas inisiatif dari Bapak Soepardjo Roestam sewaktu beliau masih menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah. Prakarsa itu timbul sewaktu beliau berkunjung ke kota Kudus pada tahun 1980 dan melihat secara langsung bahwa potensi yang dimiliki oleh perusahaan rokok Kudus sangat besar konstribusinya dalam menggerakkan perekonomian daerah. Potensi ini dilihat oleh Bapak Soepardjo Roestam, bukan dari segi penghasilan tenaga kerja dan pendapatan yang didapat oleh negara dari pita cukai rokok, melainkan juga dari segi tenaga kerja dan sumbangan sosial yang dikeluarkan perusahaan rokok sangatlah besar sekali bagi masyarakat dan sekitarnya, contohnya seperti pemberian beasiswa dan penghargaan bagi seseorang yang berprestasi.
Perkembangan rokok di Kudus sangatlah pesat, hal itu dibuktikan dengan banyaknya perusahaan rokok besar maupun kecil. Perusahaan yang paling besar adalah Industri Djarum yang didirikan pada tahun 1951, kemudian Industri merek Nojorono yang didirikan pada tahun 1932, disusul Industri Sukun pada tahun 1948 dan Perusahaan Jambu Bol yang didirikan pada tahun 1937. Setelah melihat potensi perkembangan perusahaan rokok yang semakin besar tersebut,Bapak Soepardjo Roestam mengimbau pada sejumlah perusahaan rokok kretek yang sudah maju untuk melestarikan budaya bangsa. Akhirnya pada tahun 1983 para pengusaha yang tergabung dalam PPRK (Persatuan Perusahaan Rokok Kretek Kudus) sepakat untuk melestarikan budaya dalam peradaban manusia pada masa lampau mengenai sejarah perkembangan rokok kretek melalui pendirian museum kretek, maka mulai tanggal 11 Desember 1984, PPRK dan pemerintah daerah menandai pembangunan tersebut dengan peletakan batu pertama oleh Bapak Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kudus yang pada masa itu masih dijabat oleh Bapak Hartono. Sehingga pada tahun 1986 selesailah pembangunan museum kretek yang terletak di kota Kudus, tepatnya di desa Getas Pejaten, Kecamatan Jati, dan museum tersebut diresmikan penggunaannya oleh Menteri Dalam Negeri, Bapak Soepardjo Roestam pada tanggal 3 Oktober 1986.
Dalam era pembangunan teknologi yang cepat berkembang dewasa ini, peranan museum sangat diharapkan untuk mengumpulkan, merawat, dan mengkomunikasikan berdasarkan penelitian dari benda-benda yang merupakan bukti konkret dari proses pengembangan kebudayaan. Museum adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, yang mengumpulkan, merawat, mengkomunikasikan dan memamerkan, untuk tujuan-tujuan studi, pendidikan dan kesenangan, bukti-bukti material masnusia dan lingkungannya. Di museum, masyarakat dapat memperoleh tempat berekreasi sambil mendapatkan informasi mengenai ilmu dan kejadian-kejadian yang terdapat dalam kehidupan manusia dan lingkungan. Pada masyarakat umum masih memandang bahwa museum sebagai suatu tempat atau lembaga yang bersuasana kaku, berpandangan kuno, mengurusi benda-benda antik kalangan elite untuk hanya kebanggaan dan kekaguman. Bangunan museum memang terkadang mempunyai kesan menyeramkan karena identik dengan barang-barang kuno, sunyi, kemegahan, dan kadang tidak terawat. Namun sesungguhnya hal ini tidak akan menjadi suatu halangan bagi masyarakat untuk tidak mengunjungi museum. Karena dibalik suasana yang kuno, museum juga memperkenalkan proses perkembangan sosial budaya bahkan ekonomi dari suatu lingkungan kepada masyarakat. Masyarakat juga bisa memakai museum sebagai sarana belajar agar tidak membosankan, disisi lain museum bisa juga dijadikan sebagai tempat rekreasi keluarga.
Baca juga : Awal Mula Pembuatan Rokok Kretek di Kota Kudus Bagian 1
Untuk lebih lanjut, sebelumnya kita harus mengetahui terlebih dahulu pengertian museum. Secara etimologi, kata “Museum” diambil dari bahasa Yunani Klasik, yaitu: “muze” kumpulan sembilan dewi yang berarti lambang ilmu dan kesenian. Berdasarkan uraian di atas, maka pengertian museum adalah sebagai tempat menyimpan benda-benda kuno yang dapat digunakan untuk menambah wawasan dan juga sebagai tempat rekreasi. Menurut International Council of Museums (ICOM), museum ialah institusi permanen atau lembaga permanen, yang melayani kepentingan masyarakat dan kemajuannya. Museum terbuka untuk umum dan tidak bertujuan untuk mencari keuntungan. Tugas museum adalah mengumpulkan (pengoleksian), memelihara (konservasi), meneliti, memamerkan, dan mengkomunikasikan benda-benda nyata material manusia dan lingkungannya, untuk tujuan studi, pendidikan, dan rekreasi. Sedangkan Museum menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1995 Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa. Maka dari itu museum bisa menjadi bahan studi oleh kalangan pelajar, dokumentasi kebudayaan unik dari masyarakat tertentu, ataupun dokumentasi dan pemikiran imajinatif pada masa depan, atau dengan kata lain museum adalah tempat dimana kebudayaan dan kesenian dari jaman dahulu yang bernilai seni tinggi bisa dilihat.
Museum kretek mempunyai arti penting bagi ilmu sejarah, khususnya bagi sejarah perindustrian rokok di Kudus karena di kota ini sebagian besar warganya menggantungkan hidup di industri rokok. Perusahaan Rokok kretek bagi masyarakat Kudus sudah menjadi pekerjaan yang utama bagi orang-orangnya. Museum Kretek ialah tempat untuk menuliskan ulang sejarah Rokok Kretek Kudus dari era kejayaan Raja Rokok Kretek Kudus, Niti Semito, sampai dengan perkembangan industri rokok Kudus era modern sekarang ini. Jadi Museum Kretek memiliki fungsi sebagai sarana pendidikan, penelitian, dan rekreasi.
Tujuan pembangunan Museum Kretek adalah untuk menyajikan benda-benda koleksi yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan rokok kretek sebagai upaya meningkatkan nilai-nilai kewiraswastaan masa lalu dan masa kini untuk diteruskan dan ditingkatkan pada masa mendatang, dengan demikian generasi muda pada saat ini dan mendatang diharapkan memiliki jiwa kewiraswastaan yang tangguh. Oleh karena itu saya merasa tertarik untuk membahas museum kretek yang berperan dalam melestarikan dan memelihara benda-benda peninggalan sejarah rokok kretek yang ada di kota Kudus. Sekian pembahasan mengenai Awal Mula Pembuatan Rokok Kretek Di Kota Kudus. Pada artikel selanjutnya saya akan menjelaskan detail setiap rumusan pembahasan dari apa yang sudah dipaparkan di tulisan. Akhir kata salam dan terimakasih.