Perkembangan Industri Telur Asin di Kabupaten Brebes
Cara Membuat Telur Asin di Brebes
1. Alat dan Proses Produksi Telur Asin
a. Kebutuhan atau Alat – alat Produksi
Semakin berkembangnya suatu dunia usaha dan semakin berkembangnya peradaban, maka fungsi suatu proses produksi semakin bertambah, karena tanpa adanya suatu proses produksi maka tidak akan berjalan dengan baik dalam perusahaan atau pabrik. Dalam menjalankan sistem produksi tidak dapat terlepas dari kegiatan perencanaan, agar tujuan yang diharapkan tercapai.
Pengawetan merupakan bagian dalam usaha penanganan pascapanen dengan tujuan untuk menjaga kualitas telur tetap baik dalam kurun waktu yang lama. Telur itik dapat diawetkan dengan berbagai cara dan bahan pengawet. Telur itik yang tidak diawetkan hanya dapat bertahan selama 14 hari jika disimpan pada suhu ruangan. Lebih dari itu, telur akan membusuk. Pengawetan ini sangat membantu peternak yang memiliki persedian telur berlebih dan mengalami kesulitan dalam penjualannya.
Salah satu pengasinan telur yang dikenal luas adalah cara pengasinan Brebes. Sesuai namanya, pengasinan ini banyak dilakukan oleh masyarakat Brebes. Maka tidak mengherankan bila Brebes dikenal sebagai kota telur asin. Dari daerah ini banyak dihasilkan produk telur asin yang berkualitas yaitu dengan ciri khas kuning telur masir dan berminyak serta harganya relatif murah.
Secara umum penggunaan teknologi atau peralatan dalam industri telur asin Brebes dalam pengolahan telur asin masih sederhana tanpa menggunakan mesin masih menggunaakn tangan manusia (Handmade). Banyak output produksi sangat tergantung pada banyaknya jumlah tenaga kerja. Oleh karena itulah industri ini termasuk ke dalam industri yang padat karya. Peralatan yang digunakan diantaranya adalah ember plastik, dandang atau pani, peti kayu, kompor minyak tanah atau kayu bakar dan kerajang bambu, sedangkan kemasan telur asinya menggunakan besek dan kardus. Besek adalah kotak anyaman bambu yang terdiri atas wadah dan tutupnya.
Proses produksi telur asin memerlukan telur itik sebagai bahan baku dan beberapa bahan lain sebagai bahan pembantu. Bahan-bahan pembantu tersebut adalah bata merah yang telah dihaluskan, garam, air, abu gosok, sekam, jerami padi, kayu bakar dan minyak tanah. Pengusaha telur asin lebih menyukai telur itik gembala karena warna kuning telurnya oranye atau kuning kemerah-merahan lebih disukai oleh konsumen dari pada warna kuning telur itik yang diternakan secara intensif. Namun ketersediaan telur itik pangon (telur yang diperoleh dari itik yang diternakan secara ekstensif) yang tidak menentu menyebabkan pengusaha telur asin terpaksa menggunakan telur itik peternakan. Harga telur itik berukuran besar berkisar antara Rp.450-Rp.520, sedangkan untuk telur itik berukuran kecil Rp.420-Rp.500. Pengusaha telur itik umumnya membeli telur itik dari bakul atau pedagang besar (84%), peternak langsung (10%). Telur itik mentah yang dibeli berasal dari Kabupaten brebes sendiri dan daerah luar Kabupaten Brebes. Telur itik yang akan diasinkan harus memenuhi persaratan seperti, masih segar, baru, bersih dari kotoran, kulit atau cangkangnya masih utuh dan tidak retak. Ada beberapa cara pengasinan telur yang terkenal di kalangan peternak itik dan pengusaha telur asin yaitu dengan cara menggunakan bahan dasar garam.
Proses produksi telur asin, selain memerlukan telur itik sebagai bahan utama juga memerlukan beberapa bahan lainya sebagai bahan pembantu antara lain bubuk bata merah atau tanah ladon, garam, air, abu hitam, jerami padi dan minyak tanah. Perbandingan bahan pembalut, jenis bahan pembalut yang digunakan dan cara pembuatan akan mempengaruhui jenis rasa dan tampilan telur asin. Proses produksi pembuatan telur asin meliputi kegiatan: penyortiran, pembersihan/ pencucian, pembuatan adonan pembalut, pembalutan, penyimpanan, penyortiran, pematangan, penyortiran telur asin matang. Urutan proses pembuatan telur asin di jelaskan dibawah ini:
Baca Juga : Perkembangan Telur Asin Bagian Pertama
b. Proses Produksi Telur Asin Brebes
Proses Pertama: Peyotiran telur itik mentah. Penyortiran telur itik yang utuh dengan yang retak ditandai dengan perbedaan bunyi tumbukan dua telur secara perlahan. Jika bunyi “ting-ting” berarti telur itik utuh dan lolos sortir sedangkan bunyi “tek-tek” itu pertanda bahwa telur itik telah rusak. Telur yang sudah disortir dibersihkan dari kotoran yang menempel pada cangkang dengan cara mencucinya dalam air hangat atau air bersih.
Proses kedua: Ada dua jenis dasar pembalut telur yang digunakan pengrajin telur asin Brebes yaitu bubuk bata merah dan tanah ladon. Dengan bata merah warna kuning telur akan menjadi tidak keras setelah diasinkan, semakin banyak campuran bata merah maka warna kuning telur makin merah dan tidak keras. Adonan bahan pembalut terdiri dari bubuk bata merah atau tanah ladon, garam, abu hitam dengan perbandingan tertentu dan diberi air sedikit demi sedikit sampai bahan pembalut berbentuk liat dan mudah melekat pada cangkang telur.
Proses ketiga: Bungkus telur dengan adonan tersebut dengan ketebalan sekitar 0,5 cm. Kemudian dibaluri dengan abu hitam kering untuk mengurangi kadar air pada adonan.
Proses keempat: telur yang sudah dibungkus, disimpan dalam peti kayu yang diberi alas dengan jerami padi dan setiap harinya diperciki air agar kelembabannya selalu terjaga. Proses penyimpanan ini merupakan proses utama pada pembuatan telur asin karena tahap inilah proses pengasinan terjadi. Waktu penyimpanan mempengaruhi tingkat keasinan pada telur asin, semakin lama penyimpanan semakin asin. Rasa asin sedang diperoleh dengan penyimpanan selama 7-10 hari. Untuk rasa yang sangat asin diperoleh dengan penyimpanan selama 15-20 hari. Umumnya pengusaha telur asin di Brebes menyimpannya selama 15 hari agar didapat telur asin dan berminyak.
Proses kelima: telur yang disimpan dalam peti kayu, sebagian ada yang dijual dalam keadaan mentah dan sebagian lagi harus diproses. Sebelum diproses telur asim ini disortir kembali untuk dipisahkan dari adanya telur busuk atau rusak. telur busuk atau rusak jarang terjadi pada tahap ini jika pada saat tahap sortir pertama dilakukan dengan cermat.
Proses keenam: Sebelum telur asin dimatangkan, lepaskan lebih dahulu bahan pembalut yang menempel, kemudian baru mencucinya dengan bantuan air agar lebih bersih. Bahan pembalut yang telah dilepaskan tadi, bisa digunkan kembali sebagai pembalut selama 2-3 kali proses produksi. Caranya dengan menjemur bahan pembalut yang pernah digunakan di bawah panas matahari sampai kering dan tidak boleh kena air.
Proses ketujuh: Telur yang akan dijual matang harus melalui tahap pematangan. Waktu pematangan selama 4-5 jam agar diperoleh telur asin yang berkualitas. Telur asin yang sudah matang kemudian disortir untuk memisahkan dari telur asin yang retak. Telur yang sudah matang kemudian disortir kembali untuk memisahkan telur yang retak. Rata-rata jumlah telur yang retak selama proses pematangan sebesar 0,20% dari seluruh telur asin yang dimasak. Telur yang retak biasanya dikonsumsi sendiri, meskipun ada yang menjualnya bila retaknya tidak terlalu jelas retakannya.
Baca Juga : Perkembangan Telur Asin Bagian Pertama
c. Jenis-jenis Produksi Telur Asin
Industri telur asin di Brebes cukup meluas hingga tersedia berbagai pilihan kualitas telur asin, walaupun selera orang berbeda-beda, telur asin yang dinilai berkualitas tinggi memiliki ciri-ciri bagian kuning telur berwarna jingga terang hingga kemerahan, “kering” (jika digigit tidak mengeluarkan cairan), tidak menimbulkan bau amis dan rasa asin yang tidak menyengat (Wawancara Emmry Yuniaty, Mei 2012).
Jenis- jenis telur asin di Brebes:
- Telur Asin Rebus
- Telur Asin Panggang
- Telur Asin Bakar
Baca Juga : Perkembangan Telur Asin Bagian Pertama
c. Pemilikan Modal Industri Telur Asin di Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes
Pemilikan modal merupakan syarat utama dalam mendirikan suatu usaha atau industri. Suatu perusahaan tidak akan dapat berproduksi tanpa adanya modal yang memadahi. Dalam hal ini, pengusaha industri kecil telur asin di Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes didapat dari modal pribadi, pinjaman koprasi, bank, dan kerjasama dengan pihak- pihak terkait.
Sistem kepemilikan modal dalam industri telur asin yaitu sistem modal perorangan. Dalam arti, modal tersebut merupakan modal milik sendiri. Secara sepintas, industri telur asin sangat sederhana dan membutuhkan modal yang sedikit. Modal tersebut yaitu untuk membeli bahan baku, membayar tenaga kerja, pemasaran, dan lain- lain.
Para pengusaha telur asin biasanya meminjam modal kepada Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang diorganisir oleh kelurahan, sehingga jika orang akan meminjam uang tidak perlu pergi ke BRI langsung yang berada di kecamatan. Meminjam di bank tentunya dengan memenuhi beberapa persyaratan yang berlaku. Adapun persyaratan tersebut yaitu peminjam harus menyerahkan surat jaminan yang besarnya tergantung dari jumlah modal yang akan dipinjam. Surat jaminan ini digunakan sebagai jaminan atas hutang- hutangnya di bank tersebut. Surat jaminan ini dapat berupa surat tanah, surat rumah, dan lain- lainnya. Kredit yang tersedia pada lokasi usaha antara lain Kredit Usaha Kecil (KUK) dari BRI Unit dan Kredit Program Dana Penjaminan (KPDP) dari Bank Bukopin. KUK yang diberikan adalah kredit modal kerja dan atau modal investasi dengan plafond maksimum dapat diputuskan sendiri oleh BRI Unit dengan kisaran Rp 50 juta, sementara KPDP yang dapat diputuskan oleh kantor cabang dengan plafond antara Rp 400 – 500 juta.
Dalam rangka pemberian kredit perorangan, bank melakukan analisis terhadap karakter calon nasabah, kemampuan manajemen, kemampuan keuangan meliputi modal dan laba usaha, aspek teknis, kondisi dan prospek usaha, serta agunan. Suku bunga untuk skim kredit KUK yang diberikan oleh BRI untuk usaha ini berkisar antara 21-24% per tahun dengan jangka waktu kredit satu hingga dua tahun, sedangkan suku bunga KPDP dari Bank Bukopin adalah 13% per tahun dengan jangka waktu tiga tahun.
Dalam pengadaan modal, pengusaha telur asin di Limbangan Wetan meminjam uang di bank atau koprasi. Seperti yang diungkapkan oleh Titin Sumiarti, ia mengatakan:
“Dalam peminjaman modal di bank, saya menggunakan sistem bulanan dengan jumlah pinjaman mencapai Rp. 25.000.000, setiap bulan saya harus membayar hutang di bank dan tentunya dengan bunga pinjaman, namun uang pinjaman tersebut tidak digunakan sepenuhnya untuk modal awal pembuatan telur asin melainkan untuk menyekolahkan anak dan ditabungkan untuk pengembangan usaha telur asin nantinya,” (Wawancara Titin Sumiarti, Juni 2012).”
Selain melalui bank dan koprasi, para pengusaha juga dapat meminjam modal kepada orang- orang kaya. Mereka adalah para pengusaha telur asin yang sukses. Yang meminjam kepada orang- orang ini biasanya adalah para pengusaha yang kecil- kecilan, waktu pengembalian juga ditentukan oleh kedua belah pihak.
Di Kecamatan Brebes para pengusaha telur asin kecil pada umumnya mulai usaha dengan menggunakan modal sendiri dan belum ada perhatian dari pemerintah daerah dalam bentuk bantuan modal usaha. Pelatihan usaha dan penyuluhan pernah dilakukan namun tidak rutin dan berkelanjutan. Keterampilan usaha diperoleh masing- masing pengusaha secara otodidak dari kebiasaan keluarga turun temurun.
Untuk memudahkan menganalisis permodalan industi telur asin di Kecamatan Brebes, maka penulis akan mengklasifikasikan ke dalam beberapa tipe berdasarkan modalnya yaitu industi kecil I yang memiliki modal kecil, industi II yang memiliki modal sedang, dan industi III dengan modal besar (Bhoot Ane, 1990:50). Berikut ini akan dijelaskan mengenai perkembangan modal yang dalam menjalankan usaha industri telur asin di Kecamatan Brebes.
Tabel 2.1
Klasifikasi Industri Telur Asin Berdasarkan Jumlah Modal di Limbangan WetanTahun 1980-2005
Klasifikasi Usaha | Nama Pemilik | Tahun | Modal (Bulan) |
Industri Kecil I (Kecil) |
1. Mulyani 2. Tarkwadi 3. Marwiyah |
1980 | – |
1990 | Rp. 750.000- 1.500.000 | ||
2005 | Rp. 5.000.000-8.000.000 | ||
Industri Kecil II (Sedang) |
1. Rosid 2. Titin Sumiarti 3. Wariah |
1980 | Rp. 500.000- 1.000.000 |
1990 | Rp. 1.500.000- 2.000.000 | ||
2005 | Rp. 8.000.000- 12.000.000 | ||
Industri Kecil III (Besar) |
1. Hartono S 2. Emmry Y 3. Komarudin |
1980 | Rp. 1.000.000-1.500.000 |
1990 | Rp. 2.000.000- 5.000.000 | ||
2005 | Rp. 18.000.000- 20.000.000 |
Lanjutan ke Bagian Ketiga : Telur Asin Bebek di Kabupaten Brebes Bagian 3