A. Perkembangan Industri Telur Asin
Di Kecamatan Brebes sendiri banyak terdapat peternakan itik. Pada zaman dahulu, penduduk memelihara itik secara tradisional dengan pengembalaan di lahan sawah dan sungai di tengah kesibukan bertani. Pada musim tanam padi dilakukan secara terkurung dan pada musim panen di umbar pada lahan sawah. Mereka memanfaatkan telur itik untuk membuat telur asin, dari sini dapat disimpulkan bahwa telur asin berkembang sekitar tahun 1970-an dan mulai berkembang pesat sekitar tahun 1990-an.
PERKEMBANGAN INDUSTRI TELUR ASIN DI BREBES TAHUN 1980-2005
Menurut salah seorang pengusaha telur asin Emmry Yuniaty, awal keberadaan industri telur asin di Kecamatan Brebes di perkirakan pada tahun 1959, dirintis pertamakali oleh seorang WNI keturunan Cina bernama In Tjiauw Seng di Kelurahan Brebes (Wawancara Emmry Yuniaty, Mei 2012). Industri keluarga tersebut bermula dari kreativitas seorang keturunan Cina yang berinisiatif melihat ada bahan baku telur itik yang melimpah di daerahnya dan berkeinginan mengolahnya bukan sekedar dijadikan telur goreng atau telur kukus saja. Ketika telur itik tersebut diasinkan ternyata bisa menghasilkan rasa yang berbeda dengan jika hanya direbus saja, telur asinpun terus diproduksi dan dibisniskan. Kreativitas ini dilihat oleh pihak keluarga tersebut sebagai celah bisnis yang dapat mendatangkan keuntungan, kemudian industri telur asin pun dirintis. Mulanya yang mengerjakan proses produksi adalah anggota keluarga sendiri, tetapi seiring berjalanya waktu mulai dibantu oleh beberapa tetangga. Para tetangga tesebut menawarkan diri untuk bekerja, walaupun dengan upah yang tidak sebanding dengan beban kerjanya yaitu sekedar cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari. Para pekerja pada saat itu hanya sekitar 3-5 orang, sehingga industri telur asin belum diproduksi dalam jumlah besar.
Dalam hal pemasaran awalnya telur asin ini dijajakan dengan sangat sederhana, yaitu dengan cara dijajakan dari rumah kerumah. Para pedagangnya keliling mengantarkan telur. Pada awalnya telur asin ini di produksi sesuai pesanan. Belum ada keberanian membuka toko khusus yang menjual telur asin, apalagi meluaskan usaha perdagangannya. Hal tersebut disebabkan keadaan ekonomi In Tjiauw Seng yang belum stabil.
Akhir tahun 1970, usaha telur asin mulai dilakukan oleh penduduk pribumi Brebes yaitu Muhadi di Desa limbangan wetan. Ia belajar membuat telur asin ketika bekerja di Setuju Jaya, pada akhir tahun 1970 Muhadi keluar dari Setuju Jaya dan berusaha mendirikan industri telur asin sendiri dengan dibantu tiga orang pekerja. Sejak itulah kemudian bermunculan unit-unit usaha telur asin lainya didesa sekitarnya.
Pihak pengusaha tidak melewatkan kesempatan tersebut dengan meningkatkan jumlah produksi dan rasa olahan. Pihak pengusaha berusaha meningkatkan omset penjualan dan memperkenalkan industri telur asin yang di produksi di Brebes, dengan melakukan kegiatan promosi produk telur asin dari Brebes. Promosi dilakukan melaui pencantuman merek, membuat iklan di radio dan dari berita sehingga telur asin dari Brebes menjadi dikenal oleh masyarakat luas dan berhasil memasuki pasaran.
Tabel 3.1
Indikasi Berkembang Pesatnya Industri Telur Asin Kelurahan Brebes dan Limbangan Wetan, Berdasarkan Jumlah Industri Tahun 1970-2005
Tahun |
Jumlah pengrajin |
Jumlah Produksi (Tahun) |
Tenaga Kerja |
1970-an |
20 |
– |
60 |
1980-an |
54 |
10.108.500 butir |
200 |
1990-an |
65 |
11.524.000 butir |
260 |
2000-an |
45 |
12.075.000 butir |
178 |
Baca juga : Perkembangan Telur Asin Bagian Pertana dan Kedua
B. Kreativitas dan Inovasi yang Dikembangkan Para Pengusaha Industri Telur Asin
1. Proses Produksi
Kewirausahaan merupakan fenomena yang cukup populer dewasa ini, dan memungkinkan akan menjadi pola dan tatanan baru dalam kehidupan masyarakat, dan bagi pihak tertentu merupakan hal yang baru yang memerlukan pendidikan khusus. Dunia usaha merupakan dunia bisnis yang penuh resiko dan ketidak pastian, yaitu antara keberhasilan dan kegagalan mudah dan cepat terjadi. Untuk mengantisipasi hal tersebut diperlukan pendidikan dan pengetahuan kewirausahaan yang baik.
Industri telur asin merupakan industri kecil yang berada di tengah masyarakat di Kecamatan Brebes yang lebih menonjolkan kreativitas dalam memproduksi telur asin. Hal tersebut dikarenakan produk yang dihasilkan dalam industri ini yaitu berupa telur asin yang merupakan jenis hasil olahan dari telur itik yang cepat busuk kalau disimpan terlalu lama. Kondisi seperti ini yang menyebabkan para pelaku industri telur asin dituntut untuk dapat berkreativitas dengan menciptakan variasi rasa olahan yang bermacam-macam.
2. Sistem Pengadaan Bahan Baku
Produksi telur asin sangat tergantung pada bahan baku telur itik. Bahan baku ini diperoleh dari pusat-pusat peternakan itik di Brebes, Cirebon, Indramayu dan Tegal. Menurut Komarudin telur itik dari Tegal kualitasnya lebih baik bila dibandingkan dengan telur itik yang berasal dari Brebes. Pembelian bahan pelengkap seperti abu, bata merah, tanah ladon garam, minyak tanah dan sebagainya diterapkan sistem beli putus meskipun pembelian dilakukan dalam jumlah yang besar. Para bakul bahan pelengkap ini adalah usaha pembuatan bata merah yang bertempat di Pesantunan dan Pebatan Kabupaten Brebes.
Baca juga : Perkembangan Telur Asin Bagian Pertana dan Kedua
C. Sistem Pemasaran Yang Dilakukan Pengusaha Industri Telur Asin
Pemasaran memiliki peranan yang sangat penting dalam kegiatan usaha. Tanpa adanya pemasaran produk yang dihasilkan oleh perusahaan tidak akan sampai ke tangan konsumen. Pemasaran merupakan aspek yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Melalui pemasaran yang tepat maka suatu barang bisa sampai kepada konsumen dengan cepat. Pemasaran memegang peranan yang cukup penting dalam meningkatkan jumlah penjualan, jumlah penjualan yang tinggi akan mengakibatkan laba yang tinggi.
Pemasaran tidak langsung memiliki kelebihan dalam hal pemesanan produk di mana jumlah permintaan lebih banyak dan proses produksi pun harus ditingkatkan. Selain secara tidak langsung juga mampu menarik peminat yang dari luar daerah untuk singgah apabila sedang berada di Kota Brebes, tetapi kekurangannya dalam hal pembayaran yang dimana tidak selamanya bersifat tunai tetapi menggunakan dalam bentuk giro atau cek, ditambah lagi dengan harga yang diberikan kepada bandar lebih murah. Adapun sistem pembayaran yang dilakukan antara pengusaha dengan pembeli dapat dilakukan dengan sistem tunai, pembelian uang muka (panjer) dan mencicil.
- Pembayaran dengan tunai umumnya dilakukan jika konsumen membeli langsung ke produsen atau kios milik produsen. Cara ini dilakukan karena umumnya konsumen membeli dalam jumlah yang relatif sedikit (<50).
- Pembayaran dengan mencicil dilakukan untuk pembelian yang rutin dilakukan oleh pengecer dan pedagang besar. Pengusaha menerima uang dari pengecer 2-4 kali dalam sebulan pada saat pengecer mengambil telur asin. Jumlah uang yang dibayarkan tergantung kesepakatan antara pengusaha dan pengecer atau pedagang besar.
- Pembayaran dengan sistem uang muka (panjer) sering dilakukan pada waktu pembelian meningkat pada saat liburan sekolah, hari raya dan akhir telur asin.
Tabel 3.2
Harga Rata- rata Telur Asin Perbutir
Tahun | 1980 | 1984 | 1990 | 2000 | 2005 |
Harga per butir | Rp. 50,- | Rp. 85,- | Rp. 125,- | Rp. 500,- | Rp. 869,- |
Harga beras per Kg | Rp. 198,- | Rp. 330,- | Rp. 525,- | Rp. 2.425,- | Rp. 3.478,- |
Tabel di atas menunjukkan bahwa harga telur asin mengalami perubahan dengan di tandai dengan kenaikan harga. Hal ini di sesuaikan dengan harga bahan beras pada tahun tersebut. Puncak penjualan telur asin terjadi menjelang dan pasca hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Hal ini berhubungan dengan adanya kebiasaan pulang kampung dan juga halal bihalal sehingga umumnya konsumen ingin membawa telur asin sebagai makanan khas dari kota Brebes.
Dengan banyaknya jumlah permintaan, usaha industri telur asin terus mengalami peningkatan baik dalam proses produksi maupun pemasaran. Hal ini dapat dilihat pada tahun 1996, daerah pemasaran industri telur asin menyebar yang tadinya hanya di Brebes, Tegal tetapi sekarang sudah bisa ke Batam, Semarang, Jakarta, Surabaya dan Cirebon.