Historical Thinking
Istilah sejarah diambil dari frasa historia dalam bahasa Yunani kuno yang berarti “penelitian yang ditujukan untuk memperoleh kebenaran” atau penjelasan singkatnya adalah “informasi”. Sejarah menyediakan informasi penting untuk memahami hal-hal umum dalam bacaan sehari-hari misalnya nama, tempat, tanggal, peristiwa, dan lain-lain. Maka dari itu, pembelajaran mengenai ilmu sejarah, atau memaknai sejarah, menjadi bagian dari kepekaan diri terhadap sebuah situasi lingkungan.
Dengan ilmu sejarah, kita mampu melihat tidak hanya pada masa sekarang, tetapi juga bisa melihat masa depan dengan pandangan yang terarah sesuai garis tertentu yang ingin ditentukan. “Historical-mindedness” juga menimbulkan kesadaran bahwa masa depan adalah bagian dari waktu kita, dan juga bagian dunia, maka ada proses-proses sejarah yang sama akan terjadi. Sejarah memperkuat akan perasaan realitas, sehingga tidak menimbulkan harapan-harapan seperti datangnya millenium atau zaman keemasan. Dalam hubungan ini perlu dikutip ucapan Barzun yang menyatakan bahwa “Sejarah Menggembleng jiwa manusia menjadi kuat dan tahan dalam menghadapi teror dan kekacauan dalam kehidupan kita” .
Penelitian sejarah mempunyai lima tahapan yang harus ditaati oleh setiap peneliti yang akan mengkaji dan menulis suatu peristiwa sejarah. Tahapan tersebut meliputi beberapa poin, antara lainnya adalah: Pemilihan topik, Pengumpulan sumber, Verifikasi Sejarah (berupa kritik internal dan eksternal sejarah, untuk mencari keabsahan sumber), Intrepretasi (analisis dan sintesis), dan Penulisan Kesimpulan Sumber.
Menurut Nasional Center For History In The School (UCLA) Studi tentang sejarah terletak pada pengetahuan fakta, tanggal, nama, tempat, peristiwa, dan ide. Selain itu, pemahaman tentang pembelajaran historis yang benar memerlukan siswa untuk terlibat dalam pemikiran sejarah. Historical thinking dibutuhkan untuk mengajukan pertanyaan dan untuk mengumpulkan bukti kuat untuk mendukung jawaban mereka, melampaui fakta yang disajikan dalam buku teks mereka dan memeriksa catatan sejarah bagi diri mereka sendiri, berkonsultasi dokumen, jurnal, buku harian, artefak, situs bersejarah, karya seni, data kuantitatif, dan bukti lain dari masa lalu, dan melakukannya imajinatif dengan mempertimbangkan konteks historis. Catatan diciptakan dan membandingkan banyak sudut pandang orang-orang di tempat kejadian pada saat itu.
Historical thinking yang nyata mengharuskan siswa memiliki kesempatan untuk menciptakan narasi sejarah dan argumen mereka sendiri. Narasi dan argumen tersebut dapat diperoleh dari berbagai hal, diantaranya: esai, debat, dan editorial. Hal ini dapat dimulai dalam berbagai cara. Untuk memulai berpikir sejarah dapat dipelajari dari isu-isu, masa lalu dan masa kini. Siswa arahkan untuk masuk kedalam catatan sejarah dan memberikan analisis dari masalah yang dikemukakan untuk menanggung jawabkan dalam analisis masalah.
Historical thinking juga mengharuskan siswa serius membaca narasi sejarah yang dibuat oleh orang lain. Penulisan narasi sejarah yang baik adalah interpretatif, mengungkapkan dan menjelaskan hubungan, perubahan, dan konsekuensi. Narasi Sejarah juga analitis, menggabungkan cerita hidup dan biografi dengan analisis konseptual yang diambil dari semua disiplin ilmu yang relevan. Narasi seperti mempromosikan keterampilan penting dalam pemikiran Sejarah.
Membaca narasi tersebut mengharuskan siswa menganalisis asumsi yang dinyatakan dan tak tertulis dari mana narasi itu dibangun dan menilai kekuatan sumber yang ada. Hal ini membutuhkan siswa mempertimbangkan pentingnya apa yang penulis masukkan serta memilih untuk menghilangkan yang tidak perlu ditulis, misalnya, opini dan pengalaman peneliti (subyektivitas) yang juga merupakan bagian penting dari sejarah waktu mereka. Siswa dituntut untuk memeriksa sifat interpretatif sejarah dan membandingkan, misalnya: narasi sejarah alternatif ditulis oleh sejarawan yang telah diberi bobot yang berbeda untuk penyebab politik, ekonomi, sosial, dan/ atau teknologi peristiwa dan yang telah mengembangkan interpretasi bersaing tentang pentingnya peristiwa-peristiwa.
Nasional Center For History In The School (UCLA) “Historical thinking” terbagi menjadi 5 keterampilan yaitu :
A. Chronological Thinking( Berfikir Kronologis)
Berpikir kronologis adalah jantung dari berpikir sejarah. Pembelajaran kronologi merupakan salah satu tujuan yang penting dalam pembelajaran sejarah, karena urutan peristiwa menjadi kunci pokok dalam memahami masa lampau dan masa sekarang. Kronologi memberikan dua gagasan tentang perubahan dan kontinuitas setiap peristiwa yang dialami oleh manusia. Untuk mengembangkan pemahaman tentang masa lampau dan melihat hubungannya dengan kehidupan mereka sendiri, para siswa harus memajukan dan memundurkan konsep waktu yang mereka miliki sesuai dengan garis waktu yang ada. Ini merupakan satu-satunya cara agar para siswa dapat membangun konsep perspektif atau merumuskan konsep waktu yang signifikan bagi diri mereka sendiri. Kronologi menyediakan pertimbangan mental untuk mengorganisir pemikiran historis.
Keterampilan berfikir kronologis merupakan pedoman bagaimana seorang ahli menelusuri rentetan peristiwa yang saling berkaitan. Keterampilan ini menjadi modal pertama bagi mahasiswa sejarah untuk memahami sejarah secara sistematis.
- Historical Comprehension ( Pengetahuan Sejarah)
Sejarah memiliki kekuatan untuk mengungkapkan niat orang yang terlibat, kesulitan yang mereka temui, dan dunia yang kompleks di mana tokoh-tokoh sejarah tersebut benar-benar hidup. Untuk membaca cerita sejarah, biografi, autobiografi, dan narasi dengan pemahaman, siswa harus mengembangkan kemampuan untuk membaca imajinatif, untuk mempertimbangkan apa narasi mengungkapkan dari kemanusiaan dari individu-individu dan kelompok yang terlibat-motif mereka dan niat, nilai-nilai dan ide, harapan, keraguan, ketakutan, kekuatan, dan kelemahan. Memahami kisah sejarah mengharuskan juga bahwa siswa mengembangkan perspektif sejarah, kemampuan untuk menggambarkan masa lalu pada istilah sendiri, melalui mata dan pengalaman mereka yang ada di sana. Dengan mempelajari literatur, buku harian, surat, debat, seni, dan artefak masyarakat masa lalu, siswa harus belajar untuk memunculkan “pemikiran baru” tanpa menghakimi masa lalu hanya dalam hal norma-norma dan nilai-nilai hari ini, tapi dengan mempertimbangkan sejarah konteks di mana peristiwa terjadi.
Mahasiswa harus mengembangkan kemampuan yang dibutuhkan untuk memahami kisah sejarah yang menjelaskan serta menceritakan jalannya peristiwa dan menganalisis hubungan di antara berbagai kekuatan yang hadir pada saat itu dan mempengaruhi cara bakal terjadi. Keterampilan ini meliputi:
- Mengidentifikasi pertanyaan sentral kisah sejarah dan berusaha untuk menjawab,
- Menentukan tujuan, perspektif, atau sudut pandang dari mana cerita ini telah dibangun,
- Membaca penjelasan historis atau analisis dengan makna;
- mengenali isyarat retoris bagaimana penulis memberikan petunjuk kemana arah cerita.
Memahami Narasi sejarah akan tercapai jika siswa dapat memanfaatkan data yang disajikan dalam peta historis; visual, data matematika, dan kuantitatif disajikan dalam berbagai grafik organizer, dan berbagai sumber visual seperti foto-foto historis, kartun politik, lukisan, dan arsitektur untuk menjelaskan, menggambarkan, atau menguraikan informasi yang disajikan dalam teks.
Baca juga :
Eksotisme Jawa, Ragam Kebudayaan dan Kebudayaan Masyarakat Jawa
Awal Mula Pembuatan Rokok Kretek di Kudus
B. Analisis dan interpretasi sejarah (Historical Analysis and Interpretation)
Interpretasi atau penafsiran sering disebut sebagai sumber subyektivitas. Kejujuran seorang sejarawan, dapat dilihat dari apakah dia mencantumkan sumber data dan keterangan darimana data tersebut didapatkan. Karena dengan mencantumkan sumber, orang lain nantinya akan mampu melihat dan membaca kembali serta menafsirkan ulang sumber sesuai dengan kesimpulan pemikirannya. Itulah mengapa, subyektifitas penulisan sejarah tetap diakui, namun untuk menghindari. pemahaman terbagi menjadi dua macam yaitu analisis dan sintesis. Analisis berarti menguraikan. Kadang sebuah sumber mengandung beberapa kemungkinan sehingga perlu adanya penguraian dari beberapa sumber. Sintesis berarti menyatukan. Dari proses analisis akan mendapatkan data-data yang masih terpecah belah dan belum terdapat sinkronisasi. Disinilah dimulai proses sintesis.
Salah satu masalah paling umum dalam membantu siswa untuk menjadi pembaca yang bijaksana dari narasi sejarah adalah siswa dituntut untuk menemukan jawaban yang tepat antara suatu fakta penting atau interpretasi subyektif penulis. Beberapa masalah ini bersumber dari bagaimana para sejarawan masih menggunakan cara konvensional pada buku teks yang masih menyajikan sejarah menggunakan suksesi fakta yang terlalu kaku dan kurang dalam pendekatan cerita yang memang dikhususkan untuk siswa. Untuk mengatasi masalah ini, dibutuhkan lebih dari satu sumber yang meliputi buku-buku sejarah selain buku pembelajaran dan dari beragam dokumen sejarah dan artefak yang menghadirkan pengetahuan baru dan interpretasi atau perspektif tentang masa lalu.
Siswa perlu menyadari bahwa sejarawan dapat berbeda pada sudut pandang untuk pengembangan narasi mereka dan bagaimana sebuah fakta diinterpretasikan. Sejarah biasanya diartikan apa yang terjadi di masa lalu, tapi sejarah yang ditulis adalah dialog di antara sejarawan, tidak hanya tentang apa yang terjadi tetapi tentang mengapa dan bagaimana peristiwa dikaji. Studi tentang sejarah tidak hanya mengingat jawaban. Hal ini membutuhkan analisis dan mengevaluasi argumen yang ada bahkan jika tentatif kesimpulan berdasarkan bukti yang tersedia.
Untuk melakukan analisis sejarah dan interpretasi, siswa harus memanfaatkan keterampilan pemahaman sejarah. Misalnya, mengidentifikasi penulis atau sumber dari dokumen sejarah atau narasi dan menilai kredibilitasnya (pemahaman) adalah prasyarat untuk membandingkan perbedaan narasi sejarah (analisis). Analisis dibangun berdasarkan keterampilan pemahaman, hal ini mewajibkan siswa untuk menilai sudut pandang sejarawan sebuah fakta dan menentukan tingkat kebenaran dari interpretasi yang dibuat dari fakta tersebut. Tak perlu dikatakan bahwa dalam tahapan ini kemampuan analisis siswa harus mengembangkan kemampuan untuk membedakan antara ekspresi pendapat, tidak peduli seberapa penuh semangat disampaikan, dan hipotesis informasi didasarkan pada fakta sejarah.
C. Historical Research Capabilities ( kemampuan riset sejarah)
Dalam proses ini pengetahuan kontekstual siswa tentang periode sejarah di mana dokumen atau artefak diciptakan menjadi sangat penting. Hanya sedikit catatan dari acara tersebut akan tersedia untuk siswa. Mengumpulkan data, mengevaluasi catatan yang mereka dapatkan, dan imajinatif membangun argumen historis atau narasi membutuhkan konteks makna yang lebih luas.
Untuk mencapai tujuan ini, studi sejarah memberikan dukungan penting terhadap narasi siswa yang sedang berlangsung untuk mengungkapkan konteks yang lebih besar. Studi narasi berkelanjutan tidak hanya terbatas pada buku pembelajaran, namun siswa juga dapat mengembangkan masalah menuju konteks yang lebih bermakna. Oleh karena pentingnya menyediakan dokumen atau catatan siswa lain di luar bahan termasuk dalam buku pembelajaran, yang akan memungkinkan siswa untuk menantang interpretasi buku teks, untuk mengajukan pertanyaan baru tentang acara tersebut, untuk menyelidiki perspektif mereka yang tak tertulis dalam buku teks.
Dengan kondisi tersebut, siswa akan melihat pertanyaan mereka sebagai kontribusi kreatif. Mereka akan lebih memahami bahwa sejarah yang ditulis adalah konstruksi manusia, bahwa hukum-hukum tentang masa lalu adalah tentatif dan diperdebatkan. Sejarawan menganggap pekerjaan mereka sebagai penyelidikan kritis dan debat dengan sejarawan lainnya. Di sisi lain, penelitian yang cermat dapat menyelesaikan masalah dari masa lalu dan dapat mengkoreksi argumen sebelumnya.
Dengan keterlibatan aktif mereka dalam penelitian sejarah, siswa akan melaksanakan proses pembelajaran untuk diri mereka sendiri mengapa sejarawan terus menafsirkan kembali masa lalu, dan mengapa interpretasi baru muncul tidak hanya dari mengungkap bukti baru tetapi dari pemikiran ulang bukti lama dalam menjelaskan ide-ide baru bermunculan di zaman kita sendiri.
Baca juga :
Eksotisme Jawa, Ragam Kebudayaan dan Kebudayaan Masyarakat Jawa
Awal Mula Pembuatan Rokok Kretek di Kudus
D. Historical Issues-Analysis and Decision-Making (Analisis isu dan pengambilan keputusan sejarah)
Hampir setiap hal yang diajarkan merupakan sesuatu yang dapat didebatkan atau memiliki perdebatan didalam sumber dan kesimpulan dari sebuah data. Hal ini semakin terlihat jelas ketika melaksanakan kegiatan pengajaran sejarah. Semakin banyak kita memahami masa sekarang dengan bantuan dari masa lalu, maka semakin besar pula kemungkinan untuk mendapatkan isu-isu yang kontroversial. Sering kali terjadi perdebatan mengenai kebenaran yang ditemukan dari masa lalu dan interpretasi tentang tokoh, peristiwa, dan masanya. Unsur subyektif dalam ilmu sejarah menjadi bagian dalam proses penerimaan, selektif, dan interpretasi fakta-fakta sejarah dibandingkan dengan cabang-cabang ilmu sosial lainnya. Fakta yang ditemukan ini penting karena merupakan sudut pandang utama sejarawan memandang peristiwa masa lalu juga bisa menentukan, sampai tingkat tertentu, sikapnya terhadap masalah-masalah aktual masyarakat.
Analisis isu dan pengambilan keputusan merupakan kegiatan siswa yang tepat di tengah dilema sejarah dan masalah yang dihadapi pada saat-saat kritis di masa lalu dan masa kini. Jika dipilih dengan baik, kegiatan ini juga mempromosikan kapasitas vital bagi warga negara yang demokratis dalam beberapa hal, diantaranya: (www.nchs.ucla.edu)
- kemampuan untuk mengidentifikasi dan mendefinisikan isu-isu kebijakan publik dan dilema etika
- menganalisis berbagai kepentingan dan nilai-nilai yang dipegang oleh banyak orang yang terjebak dalam situasi dan berpengaruh dengan hasilnya
- mencari dan mengatur data yang dibutuhkan untuk menilai konsekuensi dari pendekatan alternatif untuk menyelesaikan dilema.
- menilai implikasi etis serta biaya komparatif dan manfaat dari pendekatan masing-masing.
- mengevaluasi tindakan tertentu dalam penjelasan dari semua hal di atas dan , dalam menganalisis isu kasus historis dan penjelasan jangka panjang sehingga mampu terungkap dalam catatan sejarah.
Dalam analisis ini, guru memiliki tanggung jawab khusus untuk membantu para siswa membedakan antara (1) anteseden historis yang relevan dan (2) hal yang tidak tepat dan tidak relevan. Siswa perlu belajar bagaimana menggunakan pengetahuan mereka tentang sejarah (atau masa lalu) untuk membawa analisis sejarah ke layanan pembuatan keputusan.
Uraian tentang keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki mahasiswa untuk mencapai pemahaman sejarah menunjukkan betapa pentingnya memilah dan menganalisis data yang ditemukan. Sikap kritis terhadap data diperlukan agar mahasiswa sebagai calon pendidik tidak terjebak dalam subyektifitas sumber yang ada. Langkah ini merupakan hal yang sangat krusial untuk menciptakan mahasiswa yang mampu berbicara sejarah berdasarkan fakta tanpa dipengaruhi oleh “doktrin” yang berkembang untuk kepentingan tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Hardati, Puji,dkk.2010.Pengantar Ilmu Sosial. Semarang: Widya Karya.
Kochhar. 2008. Pembelajaran Sejarah. Jakarta : Grasindo.
Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Wineburg, Sam. 2006. Diterjemahkan oleh Masri Maris, Historical Thinking and Other Unnatural Act Charting the Future of Teaching the Past. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.