“Bung Karno geram. Ike mencoba merayunya. “Tolong bebaskan pilotku,” kata Ike. Tapi Bung Karno tetap saja geram. Mungkin juga karena yang merayu Sukarno adalah Ike, seorang pria tua, bukan wanita cantik. Eh… tunggu dulu, memang siapa sih Ike itu? Ike adalah nama panggilan dari Dwight D. Eisenhower, presiden AS di masa itu. Benar adanya, kali ini Amerika Serikat memang kena batunya dan dibikin pusing oleh Presiden RI Pertama kita Ir.Soekarno.”
Indonesia berhasil membuat malu Negara digdaya itu disaat pesawat Amerika dapat ditembak jatuh di pulau Morotai, pilotnya pada saat itu bernama Allen Pope. Lebih malu lagi, dengan penangkapan pilotnya itu akhrnya kedok dari CIA dan AS berhasil diketahui. Ternyata CIA (Badan Intelijen Pemerintah Federal Amerika Serikat) yang dikomandani oleh AS adalah dalang dibalik pemberontakan dan separatisme di Indonesia. Termasuk juga dengan senjata para pemberontak dan separatisme yang selama ini terjadi di Indonesia ternyata disuplai oleh Amerika. Ini yang membuat Bung Karno marah, dan mulai memainkan kartu pamungkasnya di dunia internasional. Bung Karno sadar, tertangkapnya Allen Pope membuat posisi Indonesia memiliki harga tawar yang tinggi di hadapan Amerika. Kelanjutan cerita setelahnya ialah repotnya bagaimana Ike dan John F. Kennedy menghadapi Ir.Soekarno.
Inilah moment paling bersejarah di Indonesia dimana Amerika sang “juragan kaya” untuk pertama jalinya berhasil dibuat kewalahan dengan negara Indonesia yang dianggap miskin olehnya. Bung Karno pada saat itu tidak hanya menuntut Amerika untuk minta maaf kepada Indonesia. Namun masih ada daftar panjang permintaan lainnya yang membuat Amerika “maju kena mundur kena”. Eisenhower minta Indonesia melepaskan pilot Allen Pope. Namun Bung Karno tidak ingin melepaskan pilot itu begitu saja dengan gratis. Pilot itu adalah kartu pamungkasnya. Inilah sebuah kisah dalam sejarah bagaimana Bung Karno dengan amarah “memiting leher Allen Pope” sambil telunjuknya memberi isyarat kepada Amerika agar mau “bersimpuh” di kaki Bung Karno. “Gantung Allen Pope! Hukum mati Allen Pope!”. Begitulah teriakan gelombang demonstrasi dan protes di gedung kedutaan AS di Jakarta kala itu, tahun 1958. Rakyat Indonesia memang dibuat naik darah oleh apa yang sudah dilakukan Allen Pope, karena pilot tersebut sudah menjatuhkan bom di daerah sekitar Ambon yang tidak sedikitnya telah banyak merenggut korban jiwa.
Di tengah suasana negeri yang sedang panas itu, teman-teman Mas Tok tidak henti-hentinya mempertanyakan seputar pilot Allen Pope. Mas Tok adalah sebutan untuk anak laki-laki Bung Karno yang bernama lengkap Guntur Sukarno Putra. Percakapan Bung Karno dengan putra sulungnya berkaitan dengan peristiwa ini, sebenarnya sudah banyak diungkap dari berbagai sumber. Namun ada cerita lain yang yang jarang dibahas dibalik percakapan antara Bung Karno dan Mas Tok(Guntur Sukarno Putra). Bung Karno sedang mandi. Mas Tok yang masih remaja menghampiri pintu kamar mandi dan tak segan untuk menggedornya. Tidak sabar. Karena pintu terus-terusan digedor, Bung Karno menengok sebentar. “Ada apa, Mas Tok? Bapak belum selesai mandinya ini.” Begitu pintu terbuka, Mas Tok langsung menanyakan ayahnya perihal, “Bener tidak sih bapak menukar pembebasan Allen Pope dengan tebusan sebuah pesawat Hercules?”. Mas Tok dengan wajah yang penuh penasaran tidak sabar ingin mengetahui jawabannya. Karena sebelumnya antara teman-temannya, mereka sudah menyebut-nyebut tentang kebenaran berita itu. Mas Tok menjadi semakin semangat. Karenanya sebagai seorang anak Bung Karno, seharusnya dia lebih tahu jika dibandingkan dengan teman-teman sebayanya. Mas Tok yang penasaran tidak perlu menunggu lama menanti jawab ayahnya. Pertanyaan Mas Tok itu langsung dijawab dengan tawa dan candaan khas bapaknya itu. “Hahahahaha! Biar saja Amerika beri Hercules itu buat Bapak. Nanti kalau Amerika kirim pesawat lagi untuk menyusup, biar Bapak suruh tembak lagi. Dan untuk tebusannya, Bapak ingin minta Ava Gardner dan Marilyn Monroe kali ini… Hahahaha”.
Baca juga:
- Kebanggan dan Kedaulatan Budaya Indonesia Ala Bung Karno
- Sukarno dan Beberapa Upaya Pembunuhan yang Pernah Dialaminya
Itu ialah candaan khas Bung Karno. Humor seorang negarawan nan nyentrik. Cara Bung karno bercanda dengan para politikusnya sehari-hari, tidak beda jauh dengan humornya dengan anak-anak Bung Karno yang sering diajak bicara. Mas Tok dan adik-adiknya sudah hafal betul cengan candaan Bapaknya itu. Tetapi, sebetulnya di balik candaan tadi, bahkan Bung Karno sendiri waktu itu belum menyadari sesuatu. Yaitu, hasil dari posisi tawar Indonesia di mata Dunia. Bung Karno telah memulai sebuah capaian lahirnya sejarah armada baru bagi AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia), yakni kelahiran dari skuadron Hercules Negara Kesatuan Republik Indonesia. Armada ini kelak juga sangat berperan dalam pertempuran merebut Irian Barat dari tangan Belanda.
Itu semua berawal dari perundingan demi pembebasan seorang pilot yang membuat Amerika kerepotan. Bagaimana tidak repot? Soalnya jika sampai tidak secepatnya diselamatkan, kemungkinan pilot tersebut akan membuka mulutnya tentang sebuah informasi rahasia yang berkaitan dengan siasat CIA. Hmm… siasat apa sebenarnya yang direncanakan oleh CIA ke Negara kita Indonesia ? Perlu diketahui bahwa bahwa menjatuhkan Bung Karno merupakan satu-satunya cara agar Amerika bisa berkuasa penuh dan kuat di Indonesia. Beberapa siasatnya ialah, CIA kerap menggunakan kelemahan don yuan-nya Bung Karno untuk menjatuhkan martabat presiden Indonesia di mata rakyatnya. Sudah dicoba berbagai cara supaya Bung Karno jatuh, namun tidak berhasil juga. Bahkan Amerika pernah mencoba dengan cara ancaman akan melakukan embargo, atau yang biasa dikenal dengan penghentian bantuan lalu apa yang dikatakan oleh Bung Karno pada saat itu? Bung Karno balas berteriak ke Amerika,”Go to hell with your aid!”(Pergilah ke Neraka dengan bantuanmu !). Sungguh sangat pemberani Presiden kita pada saat itu.
Akhirnya CIA (Badan Intelijen Pemerintah Federal Amerika Serikat) menggunakan cara lainnya. Upaya yang dilakukan organisasi ini adalah menyusup ke berbagai pemberontakan di Indonesia. Peristiwa puncaknya terjadi pada saat pertempuran di pulau Morotai, tahun 1958. Saat itu TNI yang meliputi Pasukan Gerak Cepat AU, AD, dan Pasukan Marinir. menggempur Permesta, sebuah gerakan pemberontakan di Sulawesi Utara. Pada saat itu TNI mengalami kesulitan karena persenjataan para pemberontak Permesta tidak bisa dianggap remeh. Karena senjata-senjata pada saat itu yang ditemukan adalah merupakan senjata yang diproduksi di Amerika. Tadinya tudingan bahwa CIA adalah dalang semua ini masih dugaan saja. Namun ketika Kapal Pemburu Angkatan Laut dan Pesawat Mustang Angkatan Udara melancarkan serangannya, satu pesawat Permesta terbakar jatuh. Sebelum jatuh, ada dua parasut yang tampak mengembang keluar dari pesawat itu. Parasut itu tersangkut di pohon kelapa. TNI segera membekuk dua orang pemberontak tersebut. Pilot pesawat tersebut namanya Harry Rantung anggota Permesta dan yang tak diduga-duga, ternyata pilot satunya lagi adalah seorang bule Amerika. Dialah si pilot Allen Pope. Dari dokumen-dokumen yang disita, terkuak bahwa Allen Pope terkait dengan operasi CIA. Dia ditugaskan untuk menyusup dibeberapa gerakan pemberontakan Indonesia untuk menggulingkan kekuasaan Sukarno.
Tak pelak lagi, tuduhan bahwa Amerika dengan CIA adalah dalang pemberontakan separatis, bukan isapan jempol! Peristiwa tertangkapnya Allen Pope adalah tamparan bagi Amerika. Itu mungkin terwakili dalam kalimat Allen Pope ketika tertangkap. Setelah pesawat B-26 yang dipilotinya jatuh dihajar mustang AU dan kapal pemburu AL, komentar Pope, “Biasanya negara saya yang menang, tapi kali ini kalian yang menang.” Setelah itu dia masih sempat minta rokok. Tetapi, sebetulnya yang lebih membuat malu Amerika bukan soal kalah yang dikatakan Pope tadi. Tertangkapnya Allen Pope mengungkap permainan kotor AS untuk menggulingkan Sukarno.
Amerika terus ngeyel menyangkal. Tapi bukti-bukti yang ada, akhirnya membungkam mulut Amerika. Taktik kotor itupun menjadi pergunjingan internasional. Tanpa ampun, kedok Amerika dengan CIA-nya berhasil dibuka Indonesia, lengkap dengan bukti-bukti yang telak. Amerika terpaksa berubah 180 derajat menjadi baik pada Sukarno. Semua operasi CIA untuk mengguncang Bung Karno (untuk sementara) dihentikan.
Baca juga:
- Kebanggan dan Kedaulatan Budaya Indonesia Ala Bung Karno
- Sukarno dan Beberapa Upaya Pembunuhan yang Pernah Dialaminya
Amerika berusaha mati-matian meminta pilotnya untuk dibebaskan. Segala carapun mulai dilakukan untuk mengambil hati Bung Karno. Eisenhower mengundang Sukarno ke AS bulan Juni 1960. Lalu Sukarno juga diundang John Kennedy di bulan April 1961. Dibalik segala alasan diplomatik tentang kunjungan itu, tak bisa disangkal itu semua buntut dari cara Bung Karno memainkan kartunya terhadap Amerika. Selama periode itu, Bung Karno main tarik ulur dengan pembebasan Pope. Tarik ulur itu berjalan keras. Karena Bung Karno tidak melepaskan Pope begitu saja. Bung Karno sengaja berlama-lama “memiting leher” Allan Pope sebelum Amerika menyetujui permintaan Indonesia, Amerika dibuat tidak berkutik. Tak ada jalan lain, perundinganpun segera dimulai. Negosiasi keras yang memakan waktu 4 tahun, sebelum akhirnya Allen Pope benar-benar dibebaskan.
Dimulai dengan Ike atau Eisenhower yang membujuk, merayu dan mengundang Bung Karno ke Amerika. Namun sesudahnya Bung Karno tetap tidak mau tunduk diatur-atur Ike. Situasi mulai berubah sedikit melunak setelah kursi kepresidenan AS beralih ke John F. Kennedy. John Kennedy tahu, kepribadian Sukarno sangat kuat dan benci didikte. Karena itu dengan persahabatan dia mampu “merangkul” Sukarno. “Kennedy adalah presiden Amerika yang sangat mengerti saya”, kata Bung Karno. Dengan John, negosiasi mulai mengarah ke titik terang. Berkaitan itu pula, John mengirim adiknya Robert Kennedy ke Jakarta. Robert membawa sejumlah misi, diantaranya: “membebaskan Pope”.
Konon ketika itu juga Amerika mengirim istri Allen Pope yang cantik. Perhitungannya, wanita cantik mampu meluluhkan hati Bung Karno. Ini asal mula beredar issue bahwa Bung Karno dirayu istri Allen Pope. Yang tidak banyak disebutkan orang, yaitu ibu dan saudara saudara perempuan Allen Pope juga datang memohon-mohon dengan tangisan minta belas kasihan Bung Karno. Buat Bung Karno, pilot itu dibebaskan atau tidak dibebaskan, hasilnya sama saja, yaitu, tidak membuat korban-korban bom si pilot bisa hidup kembali. Jadi kenapa tidak memanfaatkan saja ketakutan Amerika kalau pilot itu buka mulut?
Bung Karno memainkan kartu pamungkasnya atas dasar apa yang dibutuhkan bangsa Indonesia pada waktu itu. Indonesia betul-betul sengsara dan kelaparan. Indonesia butuh uang dan nasi. Indonesia sedang bertempur melawan Belanda untuk merebut Irian Barat, butuh senjata, sejumlah perangkat perang dan armada tempur. Permintaan Bung Karno itu tentu saja tidak disampaikan dengan cara mengemis. Tapi dengan cara yang menyeret Amerika untuk memberikan bantuan dengan jalur diplomatik. Mau tidak mau, isyarat diplomatik Sukarno membuat Amerika harus bisa membaca yang tersirat di balik yang tersurat.
Dibanding Ike alias Eisenhower, John F. Kennedy lebih peka membaca isyarat itu. Itulah yang dimaksud Bung Karno bahwa John F. Kennedy mengerti dirinya. Kennedy tidak cuma sekedar mengundang Bung Karno ke Amerika untuk plesiran. Tetapi, juga ada tindak lanjut nyata di balik undangan itu. John paham Indonesia butuh perangkat perang untuk merebut Irian Barat. Di antaranya armada tempur. Karena itu diajaknya Bung Karno mengunjungi pabrik pesawat Lockheed di Burbank, California. Di sana Bung Karno dibantu dalam pembelian sepuluh pesawat Hercules tipe B, terdiri dari delapan kargo dan dua tanker.
Negosiasi pembebasan Pope antara Ike dan Bung Karno tadinya keras namun sekarang menjadi licin jalannya dengan adanya John F. Kennedy. Dia tidak pelit membalas “kebaikan” Bung Karno yang memenuhi permintaan AS untuk membebaskan Allen Pope. hasilnya? Hercules dari Amerika, menjadi cikal bakal lahirnya armada Hercules bagi AURI (armada Angkatan Udara Republik Indonesia yang kelak ikut bertempur merebut Irian Barat). Bung Karno bisa membuat Amerika menghentikan embargo lalu menyuntikkan dana segar ke Indonesia. Juga beras 37.000 ton dan ratusan persenjataan perangkat perang.
Kebutuhan itu semua memang sesuai dengan kondisi Indonesia pada saat itu. Ternyata beginilah yang disebut dengan negosiasi tingkat tinggi. Akhirnya Allen Pope dibebaskan secara diam-diam oleh suatu misi rahasia di suatu subuh di bulan Februari 1962. Negosiasi itu seluruhnya tentu makan biaya yang tidak sedikit. Siapa yang mesti membayar semua itu? Konon rekening Permesta yang harus membayar ganti rugi akibat negosiasi itu. Sempat terdengar selentingan bahwa jalan by pass Cawang-Tanjung Priok dan Hotel Indonesia lama di Bundaran HI Thamrin, adalah wujud dari ganti rugi itu. Benarkah demikian? Wallahualam tidak pernah ada kabar lanjut tentang hal itu.
Baca juga:
- Kebanggan dan Kedaulatan Budaya Indonesia Ala Bung Karno
- Sukarno dan Beberapa Upaya Pembunuhan yang Pernah Dialaminya
Sayang hubungan mesra Bung Karno dengan Amerika berakhir setelah Kennedy terbunuh tahun 1963. Terbunuhnya Kennedy membuat CIA kembali leluasa mewujudkan mimpi lama yang sempat terhenti. Sebuah mimpi yang terus mengguncang kursi Bung Karno, hingga Putra Sang Fajar itu akhirnya benar-benar terbenam. Kita semua tahu bagaimana akhir episode itu. Gerakan 30 September atau Pemberontakan Partai Komunis Indonesia digunakan sebagai alat untuk menggulingkan Presiden RI Pertama tersebut dan menjadi akhir dari kepemimpinan Bung Karno kala itu.