A. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Kecamatan Brebes
Kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kecamatan Brebes tidak dapat dilepaskan dari perkembangan usaha telur asin yang berkontribusi terhadap mata pencaharian masyarakat. Keadaan tersebut dapat dilihat dengan adanya perubahan yang terjadi dalam masyarakat khususnya bidang sosial ekonomi. Berkembangnya usaha telur asin merupakan jalan bagi para petani untuk meningkatkan taraf hidupnya dan dapat menopang kebutuhan hidupnya.
Sebelum berkembangnya industri telur asin, mata pencaharian utama masyarakat Kecamatan Brebes adalah sebagai petani. Hal ini dapat dimaklumi bahwa sektor pertanian bagi masyarakat pedesaan masih menjadi tumpuan utama untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, namun sekitar tahun 1970-an, yaitu setelah mulai berkembangnya industri telur asin, mata pencaharian penduduk Kecamatan Brebes sedikit demi sedikit mulai beralih dari pertanian ke industri dan tidak jarang pula yang merangkap yaitu sebagai petani dan sebagai pengusaha. Perekonomian masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan dan Kelurahan Brebes didukung oleh pertanian, industri telur dan sebagainya di bidang jasa dan perdagangan. Untuk lebih jelasnya, mata pencaharian penduduk Kecamatan Brebes dapat di lihat pada table dibawah
Table
Penduduk Kabupaten Brebes Berdasarkan Mata Pencaharian
Jenis pekerjaan | Tahun | |||
1989 | 1996 | 2000 | 2005 | |
Petani | 10493 | 23903 | 16800 | 18051 |
Buruh Tani | 17305 | 22802 | 25634 | 31931 |
Pegawai Negri dan ABRI | 549 | 1499 | 10155 | 12266 |
Pedagang | 1765 | 5883 | 6323 | 10378 |
Buruh/ Karyawan | 6268 | 7238 | 10867 | 10008 |
Wiraswasta | 186 | 625 | 268 | 1350 |
Jumlah | 36566 | 61950 | 70047 | 83984 |
Sumber: Badan Pusat Statistik. (1989, 1996, 2000, 2005) Kabupaten Brebes dalam angka. Brebes: Kantor Statistik Kabupaten Brebes
Berdasarkan tabel diatas, sebagian besar mata pencaharian masyarakat Kabupaten Brebes, adalah sebagai buruh tani yakni sebesar 40.67% dari jumlah penduduk seluruhnya. Hal tersebut dikarenakan dari seluruh luas wilayah di Kabupaten Brebes sebagian besar digunakan persawahan yaitu sebanyak 63.343 hektar. Mata pencaharian berikutnya yang merupakan mata pencaharian penduduk terbesar kedua setelah buruh tani adalah petani (26,02%), buruh atau karyawan (14,57%), pedagang (10,08%), pegawai negri dan ABRI (5,57%), dan wiraswasta (3,09%).
Sejak awal perkembanganya, industri telur asin membawa dapak positif bagi kehidupan sejumlah warga masyarakat, khususnya warga masyarakat Kecamatan Brebes. Sejalan dengan perkembangan produksi dan pemasaran, jumlah tenaga kerjapun meningkat. Dengan kata lain, industri tersebut mampu menyerap tenaga kerja sejumlah warga masyarakat. Keberadaan dan keberhasilan yang diraih industri telur asin tidak sedikit membawa pengaruh terhadap masyarakat dan keluarga. Pengaruh positif bagi masyarakat yaitu memberikan wahana pekerjaan dan memberikan inspirasi yang mendorong orang lain untuk berprestasi, mengikuti suksesnya usaha tersebut. Dengan kata lain, suksesnya industri ini melahirkan pengusaha telur asin baru yang dengan sendirinya akan menciptakan lapangan kerja yang bermanfaat bagi masyarakat.
 Baca juga : Telur Asin Brebes Bagian 1, Bagian 2 dan Bagian 3
PENGARUH INDUSTRI TELUR ASIN DI BREBES TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT TAHUN 1970- 2005
B. Tingkat Pendapatan Pengusaha Industri Telur Asin
Profesi menjadi pengusaha telur asin telah memberikan kontribusi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakatnya. Penghasilan yang diperoleh dari usaha telur asin ini dapat mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari khususnya kebutuhan masyarakat Kecamatan Brebes yang terlibat langsung dalam usaha ini. Penghasilan dari usaha telur asin ini tidak menentu setiap bulannya karena sangat tergantung pada minat pasar terhadap telur asin. Sementara itu, keberadaan industri ini juga dapat mempengaruhi tingkat penghasilan yang diterima masyarakat di Kecamatan Brebes yang ikut terlibat dalam kegiatan industri tersebut. Penulis mencoba membandingkan jumlah pendapatan dengan pengeluaran. Berikut ini uraian mengenai penghasilan tersebut.
Tabel
Klasifikasi Pengeluaran dan Pendapatan Para Pengusaha Industri Telur Asin Dalam Satu Bulan Pada Tahun 1990
Nama Pengusaha |
Anggota Keluarga |
Pendapatan |
Variabel Pengeluaran |
Sisa Keuntungan |
|||
Sandang |
Pangan |
Papan |
Lain- Lain |
||||
H. Komarudin |
4 |
7.959.200,- |
300.000,- |
400.250,- |
200.000,- |
500.000,- |
6.558.950,- |
Ibu Titin |
5 |
1.774.800,- |
150.000,- |
500.500,- |
150.000,- |
250.000,- |
724.300,- |
Ibu Mulyani |
5 |
1.506.400,- |
150.000,- |
500.700,- |
150.000,- |
250.000,- |
455.700,- |
H. Komarudin adalah seorang pengrajin sekaligus pemilik Toko di Kelurahan Brebes. Keuntungan dari industri telur asin salah satunya digunakan untuk menanggung biaya hidup istri dan dua anaknya. Dari hasil perincian di atas, diketahui bahwa H. Komarudin memperoleh keuntungan yang cukup dari hasil industri telur asin. Pengeluaran dalam sehari-hari digunakan untuk membeli beras, lauk pauk seperti ikan, sayur– sayuran dan lain-lain. Sisa dari penghasilannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya seperti membayar kredit pada bank, biaya kesehatan, membeli kendaraan, pakaian, alat-alat rumah tangga, kegiatan sosial, hajatan baik perkawinan maupun sunatan dan sebagian keuntungannya juga disimpan untuk menambah modal untuk mengembangkan usahanya. Selain itu juga, H. Komarudin menginvestasikan keuntunganya dengan membeli lahan sawah di daerah lain.
Pada tahun 1990, Mulyani beserta keluarga dalam satu bulan menghabiskan dana sekitar Rp.1.050.700,-. Ia memperoleh keuntungan sebesar Rp 455.700,-. Dari penjelasan diketahui bahwa Mulyani memperoleh keuntungan yang lebih rendah dibandingkan dengan pengusaha lainnya. Berdasarkan informan dapat dketahui bahwa pengusaha tersebut memilki keuntungan yang besar dari usahanya. Sebagian besar keuntungannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik kebutuhan primer maupun sekunder.
Baca juga : Telur Asin Brebes Bagian 1, Bagian 2 dan Bagian 3
C. Tingkat Pendapatan Pekerja
Kesejahteraan para pekerja ini dapat dlihat dari jumlah gaji yang diperoleh dari hasil industri telur asin. Para pekerja dalam industri ini diberikan gaji yang berbeda sesuai degan posisi yang mereka tempati serta jenis pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Posisi yang mereka tempati ini memilki tingkat kesukaran yang berbeda sehingga memerlukan tingkat kesabaran dan keuletan yang tingi.
Gaji yang diterima oleh para pekerja digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, antara lain untuk membeli beras, lauk pauk, dan lain-lain. Dalam melihat tingkat kesejahteraan tenaga pekerja di Industri telur asin, penulis mengambil acuan Gaji MÃnimum Kabupaten/ UMK yang berlaku pada tahun 1990, dimana berdasarkan Dinas Tenaga Kerja ditetapkan Gaji Minimum Kabupaten Brebes untuk sektor industri adalah sebesar Rp. 115.000/bulan. Berikut ini akan disajikan gaji dari para pekerja di industri telur asin dengan posisi yang mereka tempati.
Tabel
Perbandingan Rata- rata Gaji Bulanan Pekerja Industri Telur Asin Tahun 1980-2005
Tahun |
Spesialis Pekerjaan |
||
Pencuci Telur |
Proses Produksi |
Pengisian, Pengepakan dan Penjaga Kios |
|
1980 |
95.000,- |
100.000,- |
88.500,- |
1990 |
156.000,- |
182.000,- |
140.000,- |
2005 |
332.000,- |
416.000,- |
300.000,- |
Berdasarkan tabel di atas gaji pekerja setiap tahunnya mengalami peningkatan disesuaikan dengan kebutuahan pokok sehari-hari dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, maka mau tidak mau pengusaha menaikkan jumlah gaji tenaga kerja, misalnya pada bagian pencuci telur asin, gaji yang diperoleh tergantung kepada jumlah peti yang sanggup terselesaikan. Pada tahun 1980 setiap peti (300 butir) diberikan gaji Rp. 5,- per butir. Setiap harinya pekerja mencuci telur sebanyak 1 peti maka rata-rata setiap bulannya mendapatkan gaji = (Rp 5,- x 1 peti) x 20 hari = Rp.30.000. Untuk tahun 1990 diberikan gaji Rp. 10 per butir. Setiap harinya pekerja mencuci telur sebanyak 2 peti maka rata-rata setiap bulannya mendapatkan gaji = (Rp 10,- x 2 peti) x 26 hari = Rp.156.000. Sedangkan pada tahun-tahun berikutnya terus mengalami peningkatan sampai pada tahun 2005 setiap butir dihargai Rp. 20,- dan pekerja mencuci telur kurang lebih 2 peti, maka setiap bulan rata-rata mendapatkan gaji (Rp. 20,- x 2 peti) x 26 hari = Rp. 312.000,.
Dampak yang dapat dirasakan oleh para karyawan adalah jumlah gaji dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Gaji pekerja dari tahun 1970-2005 rata-rata mengalami kenaikan. Kenaikan gaji tersebut cukup memenuhi sesuai dengan standar kebutuhannya dilihat dari perkembangan harga eceran bahan pokok di Kabupaten Brebes.
Berdasarkan rata-rata gaji per bulan yang diperoleh maka peneliti mengambil tiga orang pekerja sebagai sampel yaitu Jaenal, Roidah dan M. Risqi, untuk melihat seberapa besar tingkat kemampuan pekerja dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemilihan ketiga pekerja tersebut hal ini dikarenakan mereka sudah lama menekuni pekerjaan berikut. Oleh karena itu, maka penulis akan menjelaskan mengenai tingkat kesejahteraan para pekerja pada tabel sebagai berikut:
Tabel
Klasifikasi Pendapatan Para Pekerja Industri Telur Asin dalam Satu Bulan Tahun 1990
Nama Pengusaha | Pendapatan | Variabel Pengeluaran | Sisa Keuntungan | |||
Sandang | Pangan | Papan | Lain-lain | |||
Jaenal | 182.000,- | 20.000,- | 82.500,- | 15.000,- | 10.000,- | 54.500,- |
M. Risqi | 182.000,- | 25.000,- | 95.700,- | 10.000,- | 15.000,- | 36.300,- |
Roidah | 156.000,- | 19.000,- | 84.500,- | 9.500,- | 10.000,- | 33.000,- |
Berdasarkan table di atas, dapat dilihat bahwa pengeluaran dan pendapatan para pekerja pada tahun 1990 mengalami perbedaan hal ini dikarenakan kebutuhan hidup para pekerja yang satu dengan yang lainnya tergantung kepada jumlah tanggungan keluarga dan kebutuhan pokok sehari- hari. Jaenal merupakan seorang pekerja yang berkerja pada bagian produksi. Setiap bulan mendapatkan gaji sebesar Rp. 182.000,-, setelah digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari oleh keluarganya (Jaenal, istri dan satu orang anak), Jaenal masih memiliki sisa pendapatan sekitar Rp. 54.500,-. Menurut Jaenal sisa penghasilannya tersebut dibelanjakan untuk membeli peralatan rumah tangga, pakaian, tabungan dan biaya kesehatan (Wawancara Jaenal, Juni 2012).
M. Risqi adalah seorang pekerja dibagian produksi dalam satu bulan mendapatkan gaji sebesar Rp. 182.000,-. M. Risqi mempergunakan sebagian besar pendapatannya untuk kebutuhan hidup keluarganya (M. Risqi, istri dan dua orang anak). M. Risqi masih mendapatkan sisa pendapatan sekitar Rp 36.300,-, yang didigunakan untuk membeli keperluan lain yang masih dapat dijangkau. Selain itu M.Risqi dibantu istrinya berjualan warung klontongan di rumah. (Wawancara M.Risqi, Juni 2012).
Roidah bekerja sebagai penyortir telur itik, gaji yang diterima sebesar Rp156.000,-/bulan. Gaji ini dipergunakan oleh Roidah untuk kebutuhan keluarganya yang terdiri dari empat orang. Penghasilan Roidah disatukan dengan penghasilan suaminya untuk memenuhi kebutuhan kelurganya (Roidah, suami dan dua orang anak), gaji yang diterima Roidah selama bekerja di industri telur asin cukup untuk memenuhi kebutuhanya (Wawancara Roidah, Juni 2012).
Secara umum, gaji yang diterima oleh para pekerja di atas, dapat dikatakan cukup. Pada dasarnya gaji tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya berupa beras, lauk-pauk, adapun sisa dari penghasilannya digunakan untuk membeli barang-barang keperluan lainnya seperti pakaian, alat-alat elektronik, perabotan rumah tangga dan kebutuhan sekunder lainnya. Jumlah gaji yang cukup besar ini menyebabkan para pekerja tetap mempertahankan pekerjaannya. Dari gambaran gaji pekerja di atas, dapat terlihat dari tingkat kesejahteraan hidup mereka berdasarkan criteria stratifikasi sosial, gaya hidup, dan pendidikan yang telah dibahas sebelumnya, serta kondisi fisik rumah tinggal mereka.
Baca juga : Telur Asin Brebes Bagian 1, Bagian 2 dan Bagian 3
D. Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat di Kecamatan Brebes
Perubahan pada masyarakat diasumsikan dalam tingkah laku lembaga- lembaga sosial yang berkaitan dengan kehidupan mereka, serta nilai-nilai yang menjadi kerangka acuan dalam hidupnya. Disamping itu dengan adanya industri telur asin di desa Limbangan Wetan dan Kelurahan Brebes mempengaruhi pula persepsi atau pandangan masyarakat terhadap hal- hal baru dalam kehidupan mereka.
Kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kecamatan Brebes tidak dapat dilepaskan dari perkembangan industri telur asin yang berkontribusi terhadap penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Industri ini sudah berlangsung sejak tahun 1959 yang awalnya dirintis oleh In Tjiaw Seng. Seiring dengan perkembangannya industri telur asin terus mengalami kemajuan dan telah memberikan pengaruh terhadap masyarakat Brebes, karena pada akhirnya banyak masyarakat yang tertarik untuk ikut serta mengembangkan industri telur asin sehingga menjadikan Kecamatan Brebes dikenal sebagai kecamatan pengahasil telur asin di Kabupaten Brebes.
Perkembangan tersebut didukung oleh kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kecamatan Brebes khususnya di Kelurahan Brebes dan Limbangan Wetan yang sebelumnya tidak memiliki kemajuan yang signifikan. Dalam hal mata pencaharian, masyarakat Kecamatan Brebes pada umumnya bekerja sebagai buruh tani, petani, buruh ternak dan lain sebagainya, sehingga hal tersebut dapat dilihat dari aspek sosiologi bahwa para petani mau belajar untuk mencoba sesuatu hal yang baru.
Sebagian masyarakat Kecamatan Brebes menggeluti industri telur asin sebagai salah satu mata pencaharian karena dianggap dapat memenuhi peluang yang cukup menjanjikan bagi masyarakat. Hal tersebut dapat terbukti dengan berkembangnya beberapa industri telur asin di Kecamatan Brebes dengan merek yang berbeda. Maka keberadaan industri ini memberikan dampak positif kepada pengusaha industri dan juga kepada masyarakat sekitar, karena memberikan peluang untuk bekerja dalam bidang industri. Berkembangnya industri telur asin ini merupakan jalan bagi pemilik industri dan para pekerja untuk meningkatkan taraf hidupnya. Selain itu juga digunakan sebagai mata pencaharian yang dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.
Industri telur asin di Kecamatan Brebes mengalami perkembangan pesat sekitar tahun 1980-1990. Pada kurun waktu tersebut industri telur asin mengalami peningkatan jumlah produksi dan perluasan daerah pemasaran. Hal tersebut mengakibatkan industri telur asin ini menjamur di berbagai wilayah khususnya Kecamatan Brebes dan mampu menjadi sandaran ekonomi bagi masyarakat sekitar. Dengan berkembang pesatnya industri telur asin di Kecamatan Brebes, menyebabkan arus urbanisasi sangat rendah. Mereka lebih suka bekerja di daerahnya sendiri dibandingkan harus pergi ke kota. Mereka menganggap kalau pekerjaan di desa juga ada untuk apa mereka harus pergi ke kota. Mobilisasi dari desa ke kota dilakukan jika ada kepentingan tertentu seperti jalan-jalan dan mengunjungi saudara.
Salah satunya adalah perubahan sosial-ekonomi yang menjadikan satu dinamika dalam kehidupan masyarakat. Berkembangnya industri telur asin dalam skala kecil merupakan jalan bagi masyarakat untuk meningkatkan taraf kehidupanya dan sebagai mata pencaharian yang dapat diandalkan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari bahkan memberikan pendidikan yang layak untuk anak-anaknya.
Selain perubahan ekonomi yang ditimbulkan dengan adanya industri telur asin berdampak pada kondisi sosial para pengusaha dan pekerjanya yaitu mengalami mobilitas sosial. Setiap pengusaha dan pekerja memiliki kesempatan untuk merubah kedudukannya dari lapisan sosial bawah menjadi lapisan sosial atas ataupun dari lapisan sosial menengah ke lapisan sosial atas. Mobilitas sosial nampak pada pemilik industri telur asin dan karyawan yang bekerja di industri telur asin. Hal ini terjadi pada Topik pemilik industri telur asin cap Topik Jaya. Pada awalnya Topik merupakan karyawan pada industri telur asin cap Setuju Jaya. Namun setelah mendapatkan pengalaman yang cukup, Topik kelur dari industri telur asin Setuju Jaya dan mendirikan industri telur asin yang diberi nama Topik Jaya. Pada tahun 1990- 2000, industri telur asin mengalami perkembangan yang cukup pesat dan menjadi salah satu produk telur asin terkenal dari Brebes. Industri telur asin mampu bertahan walau sempat terkena imbas akibat krisis moneter yang menerpa Indonesia pada tahun 1997.
Mobilitas sosial sebagaimana yang diungkapkan di atas dapat diartikan sebagai gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Mobilitas sosial terbagi menjadi dua tipe yaitu gerak sosial horizontal dan vertikal. Gerak sosial horizontal merupakan peralihan individu atau objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Sedangkan gerak sosial vertikal dimaksudkan sebagai perpindahan individu atau objek sosial lainnya dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat.
Selain menguntungkan bagi pengusaha dan pekerja, dengan adanya industri telur asin di Kecamatan Brebes ini juga menguntungkan bagi peternak telur itik sebagai pemasok bahan baku telur asin. Banyaknya warga Brebes yang menggeluti profesi sebagai peternak itik tidak terlepas dari keuntungan yang bisa dihasilkan dari kegiatan ini, dengan modal yang tidak terlalu besar dan perawatan yang mudah, seorang peternak itik pemula (satu tahun) rata-rata bisa mendapat Rp.50.000 sampai Rp.150.000 per hari. Bahkan apabila jumlah itiknya di atas 1.000 ekor sanggup meraup keuntungan Rp.300.000 per hari, sebagi contoh Haryanto peternak itik di Desa Limbangan Wetan, Kecamatan Brebes memiliki 600 ekor itik dikandangnya, dengan produksi 350 butir sampai 400 butir telur setiap hari, dengan harga telur itik 2005 berkisar antara Rp.700 sampai Rp.800 per butir, dalam sehari Haryanto memperoleh hasil sekitar Rp.300.000. Penghasilan kotor itu dikurangi pembelian pakan dan obat-obatan sekitar Rp. 150.000, dengan demikian, dalam sehari Haryanto mendapat keuntungan bersih Rp.150.000, dengan penghasilan cukup besar dari pada bertani Haryoto akhirnya memutuskan fokus menjadi peternak itik. Penghasilan yang cukup besar Haryanto dapat membeli beberapa peralatan rumah tangga yang mewah seperti kulkas, televisi dan lain sebagainya. Selain itu, Haryoto juga mampu menyekolahkan anak-anaknya.
Keberhasilan dari para pengusaha industri telur asin di Kecamatan Brebes, pada kurun waktu 1970-2005 hanya sebagian orang yang dapat merubah nasib mereka yang tadinya bekerja sebagai buruh secara bertahap mampu meningkatkan status pekerjaannya. Peralihan pekerjaan justru terjadi pada sebagian masyarakat di luar industri telur asin yang memiliki modal yang cukup tinggi kemudian mendirikan industri yang serupa sehingga menyebabkan mulai munculnya industri ini di daerah lain, meskipun pada saat itu belum menjadi saingan bagi industri yang sebelumnya telah berkembang..
Munculnya industri di suatu daerah akan menimbulkan dampak bagi masyarakat sekitar. Di Kecamatan Brebes setelah berkembangnya industri telur asin telah membawa pengaruh tehadap kehidupan sosial masyarakat. Pengaruh yang sangat nyata dengan adanya industri yaitu munculnya golongan baru dalam masyarakat yaitu dengan lahirnya golongan pengusaha, pekerja dan lain sebagainya sehingga menimbulkan stratifikasi sosial yang baru berdasarkan budaya masyarakat sekitar. Stratifikasi sosial menurut Pitirim A. Sorokin adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hirarkis). Perwujudannya adalah kelas-kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah.
Timbulnya stratifikasi sosial maka akan berpengaruh juga terhadap gaya hidup masyarakat sekitar, dimana sikap serta gaya hidup menjadi lebih konsumtif. Dari segi tingkat pendidikan juga terjadi perubahan yang cukup signifikan, dimana pada awalnya masyarakat setempat hanya peduli terhadap skill untuk mengembangkan usahanya dengan mengenyam pendidikan yang minim, kini para penerus usaha telur asin nampak lebih peduli terhadap tingkat pendidikan. Hal tersebut dikarenakan, adanya perkembangan jaman yang semakin maju dengan daya saing yang semakin ketat. Dengan daya saing tersebut maka para pemilik industri dituntut untuk lebih berpendidikan agar mampu bersaing dengan pengusaha lainnya dalam hal berinovasi. Keadaan demikan pula yang mendorong terjadinya perubahan pada masyarakat Brebes. Sekian Pembahasan mengenai perkembangan dan pengaruh perusahaan telur asin di Kabupaten Brebes dan dampak pengaruhnya terhadap sosial ekonomi masyarakatnya. Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Martawijaya, Elang Llik, dkk. 2008. Panduan Berternak Itik Petelur Secara Intensif. Jakarta : AgroMedia Pustaka.
Scott, James C. 1994. Moral Ekonomi Petani. Jakarta: LP3ES.
Tambunan, Tulus T.H. 2003. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Tjiptono, Fandy. 2002. Strategi Bisnis. Jakarta: Andi.
Murniatmo, Gatut dkk. 2005. Khazanah budaya Lokal. Yogyakarta: Adicita.
Putra, Heddy Shri Ahimsa dkk. 1992. Pola Perubahan Kehidupan Masyarakat Akibat Industri DIY. Yogyakarta: Depdikbud.